Warisan PKI yang Dikenal dengan Nama "THR"

Redaksi
Artikel
12 Apr 2024
Thumbnail Artikel Warisan PKI yang Dikenal dengan Nama "THR"
“Penting untuk mengetahui dan membaca hal-hal yang tidak kita suka.”

Tidak terasa bulan Ramadhan akan segera berakhir dan akan disambut dengan bulan Idul Fitri, bulan yang paling ditunggu-tunggu oleh masyarakat Indonesia. Idul Fitri tentunya sudah menjadi momen yang paling ditunggu-tunggu oleh masyarakat Indonesia, semua media massa akan terus memberitakan soal arus mudik, di setiap rumah akan ramai orang-orang berkumpul untuk mempererat silaturahmi antar sesama warga atau dengan sanak saudara, dan pastinya pusat perbelanjaan akan berubah menjadi lautan manusia yang saling berebut baju diskon khusus Idul Fitri.

Namun, ada satu hal yang sangat identik dengan bulan Idul Fitri yang biasanya kita kenal dengan istilah THR (Tunjangan Hari Raya). tentunya kata THR sudah tidak asing di telinga masyarakat Indonesia, tetapi apakah kita tau kenapa setiap karyawan di sebuah perusahaan harus mendapatkan THR dari bosnya? Siapa orang yang pertama kali memberikan THR kepada anak buahnya?

Tunjangan Hari Raya atau yang biasa disebut THR, merupakan pemberian upah di luar gaji yang diberikan oleh perusahaan kepada karyawannya. Pembagian THR merupakan kewajiban perusahaan untuk memberikannya kepada karyawan, hal itu dikarenakan pembagian THR sudah diatur di dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 6 Tahun 2016 tentang THR keagamaan bagi pekerja atau buruh di perusahaan. 

Pembagian THR pertama kali dicetuskan pada tahun 1950-an oleh Soekiman Worjosandjojo, seorang mantan Perdana Menteri yang juga merupakan anggota dari partai Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi). Dengan menjabatnya Soekiman sebagai Perdana Menteri, maka program pembagian THR menjadi salah satu program andalan yang dimilikinya. Pembagian THR pertama-tama hanya diberikan kepada kelompok Pegawai Negeri Sipil (PNS). Pada saat itu, pembagian THR kepada para PNS diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1954, namun pembagian THR saat itu masih berupa uang muka yang harus digantikan oleh karyawan pada bulan-bulan selanjutnya dengan cara memotong gaji dari karyawan. 

Lalu, dikarenakan pembagian THR hanya dapat dinikmati oleh PNS akhirnya membuat “kecemburuan” dari kelas pekerja lainnya seperti buruh, karyawan swasta, dan karyawan non-PNS lainnya. “Kecemburuan” tersebut akhirnya memicu pergerakan yang dilakukan oleh Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia (SOBSI), organisasi buruh terbesar di Indonesia pada tahun 1955 yang terafiliasi dengan Partai Komunis Indonesia (PKI). Pergerakan yang dilakukan oleh SOBSI menuntut agar pembagian THR bisa dibagikan kepada seluruh kelas pekerja dan bukan golongan PNS saja, selain itu SOBSI juga menuntut agar pembagian THR tidak dalam bentuk uang muka, tetapi dalam bentuk pembagian upah non-gaji seperti pada saat ini. 

Akhirnya perjuangan yang dilakukan oleh para anggota dari SOBSI membuahkan hasil, pada tahun 1961 Menteri Perburuhan yang pada saat itu menjabat yaitu Ahem Erningpraja mengeluarkan Peraturan Menteri Perburuhan Nomor 1 Tahun 1961 tentang THR keagamaan untuk pekerja swasta di perusahaan. Peraturan tersebut akhirnya diperbaharui pada masa Orde Baru menjadi Permenaker Nomor 4 Tahun 1994 yang saat ini menjadi Permenaker Nomor 6 Tahun 2016.

Perjuangan yang dilakukan oleh SOBSI merupakan titik awal mengapa saat ini seluruh pekerja dapat merasakan upah THR. Namun, dikarenakan SOBSI merupakan organisasi yang terafiliasi dengan PKI membuat organisasi tersebut harus dibubarkan. Meskipun telah lama dibubarkan, warisan yang diberikan oleh SOBSI kepada seluruh kelas pekerja telah membuat mereka bisa membeli baju baru untuk lebaran dan memberikan amplop kepada keponakan-keponakannya. 

Berdasarkan Permenaker, perusahaan harus memberikan THR kepada karyawannya paling lambat H-7 sebelum hari raya keagamaan. Terdapat sanksi yang akan diterima perusahaan jika perusahaan tersebut telat untuk membayarkan THR kepada para karyawannya, sanksi yang akan diterima perusahaan berupa denda 5 persen dari jumlah THR yang harus dibayar oleh perusahaan kepada karyawan. Jika karyawan tidak mendapatkan hak THR dari perusahaan, maka karyawan dapat menggugat permasalahan tersebut ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI). 

Penulis: Hussein

LPM Channel

Podcast NOL SKS