Wajah Demokrasi di Indonesia pada Pemilihan Kepala Daerah
Redaksi
Opini
24 Oct 2024

Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) merupakan salah satu pilar penting demokrasi di Indonesia, di mana masyarakat diberikan hak untuk memilih pemimpin daerah mereka secara langsung. Pilkada tidak hanya berfungsi sebagai mekanisme pergantian kekuasaan semata, tetapi sebagai cerminan kualitas demokrasi kita.
Pilkada memungkinkan masyarakat untuk terlibat langsung dalam proses politik karena momen tersebut biasanya menjadi kesempatan bagi warga untuk menyuarakan aspirasi dan harapan mereka melalui pilihan pemimpin yang mereka anggap mampu membawa perubahan positif. Selain itu, Pilkada juga berperan penting dalam memastikan akuntabilitas pemimpin daerah karena mereka harus bertanggung jawab langsung kepada pemilih.
Pilkada merupakan momen yang sakral karena menentukan pemimpin di setiap daerahnya. Akan tetapi, masih kerap terjadi permasalahan di dalamnya, seperti politik uang atau biasa kita kenal sebagai “serangan fajar”. Politik uang sering kali digunakan oleh Pasangan Calon (Paslon) untuk membeli suara pemilih. Hal ini dapat merusak kesakralan Pilkada dan esensi demokrasi yang akhirnya berdampak pada kurangnya kualitas pemimpin yang terpilih nantinya.
Paslon yang menggunakan praktik politik uang atau “serangan fajar” membuat penulis sedikit prihatin karena masih banyak masyarakat yang masih menerima “serangan fajar” tersebut. Hal ini secara tidak langsung menggambarkan tindakan suap-menyuap dari calon pemimpin daerah dengan masyarakat.
Sebagaimana kita ketahui, dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, suap-menyuap termasuk dalam kategori tindak korupsi. Para oknum Paslon seharusnya menyadari bahwa tindakan tersebut salah dan tidak boleh dibiarkan menjadi budaya di negara kita.
Di balik tantangan-tantangan yang ada, Pilkada membawa harapan besar bagi masa depan demokrasi di Indonesia. Banyak masyarakat mengharapkan Pilkada tersebut akan menghasilkan pemimpin yang berkualitas, berintegritas, dan memiliki visi yang jelas untuk memajukan dari setiap daerah yang ada di Indonesia.
Meskipun menghadapi berbagai tantangan, partisipasi aktif masyarakat dan usaha menjaga integritas proses pemilihan dapat menghasilkan perubahan positif. Salah satu cara untuk melawan praktik politik uang adalah dengan memperkuat aturan hukum melalui sanksi pidana dengan peraturan terkait politik uang dan mahar politik yang diatur dalam UU Nomor 10 Tahun 2016 dan UU Nomor 1 Tahun 2015, di mana partai politik atau gabungan partai politik dilarang menerima imbalan dalam bentuk apapun dalam proses pencalonan gubernur, wali kota, atau bupati. Pilkada bukan hanya menjadi ajang pemilihan pemimpin, tetapi sebagai momentum untuk memperkuat demokrasi dan memajukan bangsa.
Penulis: Tungea
Desainer: IDN