UAS Manajemen Keuangan

Redaksi
Cerpen
16 Jun 2024
Thumbnail Artikel UAS Manajemen Keuangan
Pekan ini adalah pekan Ujian Akhir Semester (UAS), musuh terakhirmu di semester ini. Hari ini adalah hari terakhir pekan UAS, hari terakhir peperangan yang akan kaumenangkan dengan sungguh, setidaknya itu yang kaupercayai. Kamu telah menjawab soal-soal dengan keyakinan logikamu yang tak pernah kaupakai untuk berpikir selama satu semester ke belakang. Kamu selalu yakin dengan logikamu itu. Hari ini hanya ada satu mata kuliah yang diuji, yaitu Manajemen Keuangan. Mata kuliah ini awalnya kauharap akan jadi kesukaanmu: ah! akhirnya aku akan bisa mengatur keuanganku!. Dengan penerimaan diri yang kuat, kamu memang percaya dirimu adalah individu yang boros, ngga bisa ngatur duit. Setiap dompetmu terisi, sedikit saja, kamu langsung memeriksa aplikasi belanja daringmu dan tanpa berpikir membeli apa saja yang ada di keranjang. Di meja belajarmu sudah ada puluhan action figure berjajar rupa-rupa bentuk dan warnanya, mulai dari yang berpedang naga besar memancar sampai yang telanjang bulat benar. Di atasnya, rak buku berisikan manga-manga dengan judul bahasa asing yang cukup membuat rak tersebut terlihat sudah tak kuat menahan bebannya. Tak hanya itu: poster, game, hingga bantal guling bergambar lelaki telanjang menghiasi seisi kamarmu. Semuanya dibeli tanpa pikir panjang. Namun ternyata Manajemen Keuangan bukan membahas itu, yang kamu temui hanya rumus-rumus dan laporan-laporan keuangan perusahaan yang bahkan kamu tak tahu untuk apa. Mata kuliah tersebut tak menghentikan apa-apa darimu. 

Semalam, saat di mana waktunya kamu belajar, kamu malah menonton anime. Empat hari ke belakang sudah cukup melelahkan pikirmu dan malam ini tak ada salahnya jika bersantai sebentar. Lagi pula sudah berapa pembahasan yang kamu lewatkan di grup Facebook “Otaku Indonesia” gara-gara kamu fokus belajar, kamu merasa sudah tidak update lagi dan harus mengejar tontonan teman-temanmu agar kamu bisa nyambung di grup dan tidak dikucilkan. Semalam kamu maraton, menonton semua episode anime on-going yang terlewat sambil sesekali mengecek grup dan memahami pembahasan konspirasi di dalamnya. Seperti biasa, kejadian selanjutnya bisa kami tebak. Kamu melewatkan jam-jam dan akhirnya asyik tertidur pulas, bahagia, lupa akan UAS hari ini. Terakhir melihat jam, jarum menunjukkan jam tiga pagi. Kamu sudah selesai menonton semua episode, sekarang giliran kamu menggali postingan-postingan seminggu ke belakang dan fokus membacanya. Sudah kami tebak juga, matamu sudah tak kuat namun kamu memaksanya. Mencoba memahami simbol-simbol dan dialog-dialog yang muncul sebagai teka-teki episode selanjutnya. Kamu tertidur, jam tepat menunjukkan pukul empat pagi, dengan posisi handphone yang masih menyala menampilkan artikel panjang di grup penyuka jejepangan itu. 

UAS dimulai jam delapan pagi. Ibumu membangunkanmu sejak jam enam namun kamu baru sadar terbangun di jam tujuh. Kamu hanya punya waktu satu jam sementara jarak dari rumahmu ke kampus cukup menyita waktu yang lama, kurang lebih empat puluh menit. Kamu panik, belum ada satu pun persiapan materi yang kamu kuasai. Dengan waktu yang terbatas, kamu sempat beberapa kali membuka buku catatanmu yang sejak awal kamu sudah tahu itu hanyalah kosong. Selama satu semester kamu tak mencatat apa-apa dari ocehan dosenmu yang selalu kamu salahkan. Dia tak becus dalam mengajar, itu pembenaran yang selalu kamu gaung-gaung kan dalam kepala. Kamu mulai memaki-maki dosenmu pagi itu. Menyalahkan siapa pun yang membuat kamu tak mengerti apa-apa soal Manajemen Keuangan. Namun kamu selalu yakin dengan logikamu, tak butuh waktu lama, kamu dengan percaya diri beranjak dan siap-siap untuk menghadapi UAS terakhir.

Kamu pikir kamu adalah anime. Setelah berpamitan, sambil mengeluarkan motor dari ruang tamu, mulutmu penuh dengan sandwich. Waktu tersisa tiga puluh menit lagi. Untungnya jalanan sedang tidak macet, kamu hanya telat beberapa menit saja. Sesampainya pada tempat duduk bernomor, kamu sudah mendapati kertas soal dan lembar isi jawaban di mejamu. Rapi. Tertata hanya untukmu.

Ada lima soal beranak di depanmu. Setiap katanya terasa asing. Dengan semua logika yang sudah kamu kerahkan secara maksimal, belum ada satu pun soal yang terjawab. Ada rumus, ada rasio, ada pengertian, semuanya tak terjawab logikamu itu, satu-satunya hal yang selalu kamu percayai. Sayangnya, kamu tak mempunyai teman di kelas. Satu pun. Bukan gara-gara kamu tak ditemani tapi memang kamu menolak untuk bersosialisasi. Kamu berpikir dirimu akan selalu cukup di dunia ini, kamu tak butuh sesiapa. Orang lain adalah neraka, kalimat tersebut terpatri di hatimu. Kalimat tersebut kamu dapatkan dari postingan di Facebook dengan catatan salah satu nama filsuf di bawahnya yang kamu lupa siapa dia. Kamu mengartikan sendiri kalimat tersebut, menyesuaikannya dengan gaya hidupmu, membuatnya menjadi validitas akan pendirianmu.  

Orang lain adalah neraka, jadi kamu tak ada teman di kelas karena menganggap mereka adalah neraka yang akan menyiksamu. Tak ada teman yang memberimu contekan. Cih! Aku tak butuh juga, pikirmu. Asap mengepul tebal di atas kepalamu (ini bukan metafora) saat kamu berusaha tambah keras mengartikan soal-soal yang tambah dibaca tambah membuat kepala berasap tebal. Gumpalan asap makin deras keluar dari kepalamu seperti gunung api vulkanik purba yang akan meletus. Tentu, dosen dan teman-teman sekelasmu panik. Mereka berebutan keluar kelas dan meminta tolong kepada siapa pun untuk memadamkan asap di kepalamu. Kamu tak merasakan apa-apa, selain ikut berteriak keheranan dan sesak karena asap sudah memenuhi ruangan. Sekarang, kamu sendirian di kelas. Bingung harus berbuat apa, sementara samar-samar di luar jendela kelas terlihat teman-temanmu sedang bergantian kebingungan melihat kepalamu yang berasap tebal.

Satu satpam masuk ke ruangan kelas membawa APAR lalu menyemprotkannya ke kepalamu. Di situ, kamu hanya diam menyerahkan pasrah kepala untuk dipadamkan. Saat asap di kepalamu berangsur-angsur padam, tetiba di luar ruangan kelas ada satu mahasiswa yang menjerit sambil menunjuk-nunjuk ke kepalamu. “Lihat! Lihat! Ada retakan berwarna merah menyala di kepalanya,” teriaknya disusul oleh puluhan pasang mata yang siap menerkam kepalamu.

Satpam yang panik langsung berlari meninggalkanmu. Ruangan kelas sudah berantakan tak karuan. Kamu berdiri kaku dengan kedua tanganmu tertarik ke belakang. Kepalamu yang retak itu bertambah lebar dan terbuka. Kepalamu pecah. Darah berhamburan ke mana-mana. Semua organ kepalamu mental ke mana-mana. Otakmu terlempar dan memecahkan jam di dinding yang tergantung tenang. Sudah tak ada waktu lagi sekarang. Kamu sudah tak berkepala tapi kamu tak merasakan apa-apa.

Polisi, ambulans, dan pemadam kebakaran sudah berlari dari luar gedung menuju ke ruang kelas, di mana tubuhmu masih berdiri tegak kaku tak berkepala. UAS semuanya dihentikan, semua mahasiswa dipaksa ke luar gedung dan tak boleh ada yang masuk. Garis polisi sudah dipasang. Sirine ambulans bersahut-sahutan dengan suara burung yang ikut terbang ketakutan ditambah jerit dan tangis para mahasiswa yang kaget dan tak percaya ini terjadi.

Saat polisi dengan senjata dan tameng lengkap sudah siap sedia untuk menangkapmu, tiba-tiba dari lehermu yang buntung itu muncul satu kepala dengan sinar terang menyilaukan. Kepala putih yang lebih mirip kerupuk warteg lengkap dengan mata, hidung, mulut, dan telingamu yang dulu. Lalu muncul dua tanduk berwarna hitam meliuk di atas ke dua bola matamu yang masih putih bersih itu. Di punggungmu, dua sayap naga tumbuh cepat. Masing-masing kira-kira memiliki panjang satu setengah meter. Polisi tak gentar, ia tetap maju dan menembakkan banyak peluru ke tubuhmu. Suara tembakan berburu dengan suara jerit para mahasiswa di luar. Kamu hanya diam, sebentar, lalu tertawa keras.

“Sebenarnya aku adalah Raja Iblis dari isekai, kalian semua tak bisa menghentikanku. Enyah kalian semua!” teriakmu kencang, lalu tertawa lagi.
Dengan sayap naga itu, kamu terbang ke luar. Memecahkan kaca dan tembok kelas. Membuat orang-orang hening dan tersisa melongo melihat semuanya. Agar lebih dramatis, sebelum terbang kamu memutar Eve – Kaikai Kitan di Spotify. Untungnya, Spotifymu sudah premium.

Penulis: Winarta
Desainer: TAH

LPM Channel

Podcast NOL SKS