Tiga Artikel Mahasiswa Ilmu Komunikasi Unsika Berhasil Tembus Jurnal Terindex Scopus

Mahasiswa Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Singaperbangsa Karawang (Unsika) berhasil mencetak prestasi membanggakan dengan menerbitkan tiga artikel di jurnal internasional yang memiliki reputasi, Scopus. Ketiga artikel tersebut merupakan hasil kolaborasi lima mahasiswa, yaitu Winfrey Oktavian, Selvia Nursyahrani, Tiara Qotrunnada Azzahra, Zahra Zahira Malika Koswara, dan Dizha Nurhaliza Aguita.
Prestasi ini diraih oleh mahasiswa semester lima, dibawah bimbingan dosen pengampu mata kuliah Penulisan Karya Ilmiah, Tri Susanto. Mereka berhasil menerbitkan 3 artikel komentar di Jurnal terindeks Scopus. Artikel komentar merupakan karya tulis akademik yang berfungsi untuk memberi pandangan tambahan, kritik, klarifikasi, atau perspektif baru terhadap isu yang sedang beredar atau penelitian yang sudah diterbitkan. Tiga artikel komentar yang berhasil diterbitkan tersebut membahas isu-isu terkini di Indonesia, yaitu solidaritas publik pasca tragedi pengemudi ojek online, pergantian kabinet pemerintahan, dan kebebasan pers.
Artikel pertama berjudul "Trending Solidarity: Public Mobilization After the Tragedy of an Online Motorcycle Driver Crushed During a Protest in Indonesia" yang diterima pada 5 September 2025 dan diterbitkan online pada 12 September 2025. Artikel kedua berjudul "When the Cabinets Change, What Stays the Same? Media Discourse on Indonesian Governance" yang diterbitkan pada 29 September 2025. Sedangkan artikel ketiga berjudul “When Questions are Punished: Press ID Revocation, Media Control, and Democratic Accountability in Indonesia” yang diterbitkan pada 10 Oktober 2025.
Tangkapan layar email pemberitahuan bahwa artikel diterima dan akan diterbitkan, Rabu, (17/9/2025).
Dosen pengampu mata kuliah Penulisan Karya Ilmiah, Tri Susanto, mengungkapkan bahwa pencapaian ini berawal dari mata kuliah di semester lima. Ia menjelaskan bahwa awalnya target luaran mahasiswa adalah publikasi di jurnal Science and Technology Index (Sinta) 4 sebagai syarat sidang skripsi. Namun, melihat potensi mahasiswa yang luar biasa, ia memutuskan untuk menaikkan target ke jurnal terindeks Scopus.
"Memang luaran mereka itu sebenarnya dituntut Sinta ya, minimal Sinta 4, karena sebagai syarat sidang skripsi nantinya. Tapi saya pikir mahasiswa ini kan punya potensi yang luar biasa ya, maksudnya dari ide dan kreativitasnya, tinggal diarahkan saja cara penulisan dan semacamnya. Makanya saya coba untuk naikin grade-nya jadi fokus ke Scopus, dan ternyata beberapa responnya lumayan luar biasa," ungkap Tri saat diwawancarai langsung, Senin (6/10/2025).
Salah satu mahasiswa, Tiara Qotrunnada Azzahra, turut membagikan pengalamannya selama proses penulisan. Ia menceritakan bahwa awalnya publikasi ini merupakan tugas mata kuliah, namun dengan track record dosen yang sudah pernah publish di Scopus, mereka termotivasi untuk mencoba.
"Oh iya, jadi sebetulnya awalnya kita itu kan ada mata kuliah karya tulis ilmiah di Ilmu Komunikasi semester 5 ini. Nah, tapi Mas Tri ini emang udah punya track record jurnal ya. Makanya beliau makin pede untuk ngajak kita, 'Yuk Scopus juga yuk, bisa yuk’. Hitung-hitung pertama SKP (Satuan Kredit Prestasi), kedua kalau misalnya artikel riset itu kan bisa buat lulus tanpa skripsi," ujar Tiara saat diwawancarai langsung, Senin (6/10/2025).
Selain tiga artikel komentar yang sudah diterbitkan, mereka juga sedang menyusun artikel riset yang masih dalam proses review. Beberapa topik yang diangkat dalam artikel riset antara lain, analisis sentimen media sosial terhadap rekening kosong dolan, kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12%, dan tuntutan terhadap pelaku kekerasan.
Winfrey Oktavian, mahasiswa lain yang artikelnya berhasil dipublikasikan, mengaku bahwa proses publikasi di Scopus tidaklah mudah. Artikelnya sudah ditolak tiga kali oleh jurnal yang berbeda sebelum akhirnya menemukan jurnal yang tepat.
"Paling dari pengalaman saya juga kan, yang riset ini sebenarnya saya sudah ditolak tiga kali dengan tiga jurnal yang berbeda. Jadi pesannya ya jangan takut untuk di-reject lah. Paling kita ubah-ubah lagi, kita revisi lagi semua isu tentang artikelnya,” ungkap Winfrey saat diwawancarai langsung, Senin (6/10/2025).
Selvia Nursyahrani, mahasiswa yang artikel nya berhasil diterbitkan, menambahkan bahwa setiap penolakan biasanya disertai dengan evaluasi dari editor jurnal yang membantu mereka memperbaiki artikel.
"Biasanya dari artikel itu ngasih kita evaluasi juga. Cuma beberapa kali kalau di jurnal ditolak, biasanya tuh ada komentar dari editornya kayak, 'Ini masih kurang ini nih, ini masih kurang itu’. Nah, itu bikin kita jadi makin improve,” ujar Selvia saat diwawancarai langsung, Senin (6/10/2025).
Selain proses yang menantang, Tiara juga memberikan informasi mengenai biaya publikasi. Menariknya, mahasiswa tidak mengeluarkan biaya sama sekali karena memilih jalur closed access. Tiara menjelaskan perbedaan antara open access dan closed access dalam publikasi jurnal Scopus.
"Kalau di Scopus itu ada dua, mau publikasi pakai open access atau closed access. Nah, kita pakainya yang closed access. Kalau closed access itu kita sebagai penulis nggak bayar, tapi kalau kamu mau baca artikel kita, kamu harus bayar di websitenya. Jadi pembaca yang bayar. Nah, kalau open access, suka bayar juga ya, dan kalau bayar bisa belasan sampai puluhan juta rupiah. Tapi bedanya, kalau open access, pembaca bisa baca gratis," jelas Tiara.
Lewat pencapaian ini, Tri berharap mahasiswa lain dapat termotivasi untuk berani mencoba publikasi di jurnal internasional. Ia menyatakan bahwa dengan bimbingan yang tepat dan semangat yang tinggi, mahasiswa mampu bersaing di tingkat internasional.
Selvia menutup dengan pesan kepada mahasiswa lain agar lebih peka dalam menulis dan memanfaatkan kesempatan belajar dari dosen yang sudah berpengalaman.
"Iya betul, dan mungkin satu lagi, lebih peka lagi dalam tulisan. Coba lihat di sekitar kita, mungkin aja dari FKIP (Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan) atau dari fakultas lain juga ada dosen yang udah publish Scopus. Nah, itu juga bisa jadi momen untuk mengambil ilmu sebanyak-banyaknya dari mereka," ungkapnya.
(AER, SYA)