Serba-serbi Politik Kampus: Sulitnya Ingin Menjadi Presma Unsika
Redaksi
Opini
24 Jan 2024

Sebentar lagi Pemilihan Raya (Pemira) Unsika 2023 akan dilaksanakan, kegiatan yang biasa dijuluki sebagai pesta demokrasi mahasiswa itu pastinya akan menjadi pesta besar-besaran bagi mahasiswa. Saya tidak menyebutkan semua mahasiswa dapat merasakan euforia pesta besar-besaran yang disebut pesta demokrasi mahasiswa yang saya sebutkan di atas, tapi pesta besar-besaran bagi segelintir mahasiswa dengan kepentingan. Ya, kepentingan untuk mendapatkan sebuah jabatan yaitu Presiden Mahasiswa (Presma) atau kepentingan bagi segelintir organisatoris melihat salah satu kadernya ada di bursa persaingan politik kampus.
Kali ini saya tidak akan membahas soal kepentingan di balik pelaksanaan Pemira dan mungkin tidak akan membahas itu selamanya, karena saya tahu akan sangat panjang dan kompleks redaksi ini jika saya juga turut membahas persoalan kepentingan itu. Lagipula tidak ada salahnya berkepentingan dalam ajang politik, seseorang pernah berkata, “Tidak ada teman yang abadi, tidak ada musuh yang abadi, yang ada hanyalah kepentingan yang abadi.”
Pemilihan Raya Unsika atau biasa dikenal Pemira Unsika adalah ajang pemilihan umum untuk mendapatkan jabatan Presiden Mahasiswa seperti yang sudah saya tulis di atas. Untuk mendapatkan jabatan Presiden Mahasiswa, para mahasiswa yang memiliki keinginan untuk menjabat diharuskan untuk mendaftar terlebih dahulu kepada Komisi Pemilihan Umum Mahasiswa Unsika (KPUM Unsika) dan setelah mendaftar tentunya para calon Presma diharuskan melengkapi persyaratan-persyaratan yang sudah ditetapkan dalam Undang-Undang Pemira (UU Pemira) yang dibuat oleh Badan Legislatif Mahasiswa Unsika (BLM U).
Persyaratan-persyaratan itu mencakup beberapa poin, yang di antaranya seperti pernah mengikuti beberapa kegiatan kaderisasi tingkat universitas dan fakultas yang dibuktikan melalui sertifikat, tidak sedang menjabat sebagai pengurus pada Organisasi Kemahasiswaan (Ormawa) yang juga dibuktikan melalui surat pernyataan bermaterai, bukti dukungan mahasiswa yang dibuktikan melalui Kartu Tanda Mahasiswa (KTM) dengan jumlah 150 KTM per fakultas, dan masih banyak lagi persyaratan-persyaratan lainnya yang tercantum di dalam UU Pemira.
Di antara tiga persyaratan yang sudah disebutkan di atas tentunya tidak bisa diterima secara mentah-mentah, sebagai mahasiswa yang diharuskan memiliki daya pikir kritis kita bisa saja menanyakan kembali maksud dan tujuan diadakannya persyaratan itu. Ada beberapa hal yang bisa dipertanyakan perihal persyaratan-persyaratan tersebut, namun di sini saya tidak akan membahas semua persyaratannya.
Mari mulai dengan persyaratan bukti dukungan berupa KTM. Unsika sendiri saat ini memiliki sebanyak 9 fakultas dan jika ditotal maka calon Presma harus mengumpulkan minimal 1.350 KTM untuk mendaftar sebagai calon Presma. 1.350 bukanlah angka yang kecil tentunya, apakah mereka bisa mengumpulkan KTM sebanyak itu? Apakah semua calon tidak merasa keberatan? Dari mana dan sejak kapan mereka mulai mencari KTM sebanyak itu?
Mari kembali kepada pertanyaan mengapa sebuah persyaratan harus dibuat sedemikian rupa hanya untuk mendaftar sebagai calon Presma. Salah seorang dari pihak ketiga yang enggan menyebutkan namanya mengatakan jika persyaratan bukti dukungan berupa KTM sebanyak 150 KTM per fakultas dijadikan persyaratan dikarenakan BLM Unsika sebagai perwakilan dari mahasiswa melihat dari Pemira tahun lalu, yang mana Presma terpilih sanggup untuk mengumpulkan sebanyak 100 KTM per fakultas. Maka dari itu, pada tahun ini BLM U mencoba untuk menaikkan jumlah dari 100 menjadi 150 KTM sebagai bentuk dukungan.
“Karena melihat rasionalitasnya dilihat tahun kemarin juga ada namanya 100 KTM dan Presma kemarin sudah membuktikan dia sudah mengumpulkan 100 KTM itu, maka kami naikanlah sedikit dari BLM sendiri apalagi kan BLM itu sebagai perwakilan dari mahasiswa, gitu,” ujarnya, Kamis (18/01/2024).
Melalui pernyataan di atas bahwa kenaikan jumlah bukti dukungan dari 100 menjadi 150 merupakan bentuk penilaian rasional semata dari BLM Unsika kepada calon-calon Presma. Saya tidak tahu apakah jumlah 1.350 dirasa terlalu sulit bagi calon-calon Presma yang sudah mendaftar, akan tetapi jika persyaratan tersebut malah menghambat seseorang yang memiliki keinginan dan kemampuan untuk menjadi Presma, hal itu menandakan jika sebenarnya ada beberapa persyaratan yang harus diperbarui. Lagipula apakah dengan KTM sebanyak 1.350 bisa meningkatkan jumlah pemilih di Pemira tahun ini? Dan apakah 1.350 KTM milik mahasiswa yang mereka miliki benar-benar pendukung dari salah satu paslon?
Jabatan Presiden Mahasiswa memang bukanlah jabatan yang mudah untuk didapatkan, tetapi bukan berarti persyaratannya yang harus dibuat sulit. Apakah lebih baik jabatan Presiden Mahasiswa diganti menjadi Presiden Pusat Statistik Mahasiswa?
Tulisan ini mungkin bisa menjadi bahan evaluasi untuk Pemira selanjutnya, mengingat Pemira Unsika 2023 sebentar lagi akan dimulai. Tidak ada maksud lain selain mengkritisi peraturan yang sudah ditetapkan, demi dinamika politik kampus yang baik dan jauh dari kepentingan bagi beberapa pihak.
Penulis: Hussein