Seni Tanpa Jiwa: Kemajuan AI dan Kemunduran Apresiasi pada Karya Seniman
Redaksi
Opini
10 Apr 2025
Kehadiran Artificial Intelligence (AI) telah menyelimuti bidang komersial di Indonesia, dan umumnya digunakan sebagai langkah promosi melalui media iklan. Tidak hanya menjadi alat bantu teknis, AI bertransformasi menjadi barang komersial yang digunakan untuk meningkatkan efisiensi perusahaan untuk pemasaran. AI memberikan konten yang menawarkan kebutuhan konsumen dan menjangkau pasar lebih luas, sehingga timbul kesimpulan bahwa AI telah diberdayakan untuk menciptakan desain kebutuhan organisasi dan perusahaan. Hal ini menunjukkan bahwa AI tidak hanya memberikan perubahan yang praktis tetapi juga memicu perdebatan.
Salah satunya adalah program presiden “Indonesia Maju” hingga kampanye Indomie yang memikat dengan strategi promosi yang relevan. Dengan menggunakan aplikasi seperti DALL-E, visual iklan tercipta dalam hitungan detik dan mampu meniru gaya artistik yang memukau.
Sumber: Hops.id. Pengaplikasian AI dalam Iklan Indomie.
Sumber: Suara.com. Iklan MBG yang Dituding Menggunakan AI
Promosi Makan Bergizi Gratis memamerkan desain futuristik, sementara Indomie berfokus pada teknologi yang menyesuaikan selera konsumen lokal. Pada akhirnya, pemerintah dan perusahaan tergiur oleh kecepatan serta penghematan, dibalik itu terdapat konsekuensi besar yang mengintai.
Desain grafis yang perlahan kehilangan esensi manusiawi, menjadi karya tanpa jiwa. Bagi seniman Indonesia, yang sering bekerja dengan bayaran rendah dan minim apresiasi, AI memperparah kondisi mereka. Mereka tak hanya bersaing dengan sesama kreator, tetapi juga dengan mesin yang tak kenal lelah dan tak menuntut upah, meninggalkan profesi ini dalam ancaman nyata.
Sementara itu, mahasiswa kerap mencela iklan AI milik pemerintah, menyebutnya bentuk propaganda digital yang kosong makna. Padahal kerap kali segelintir mahasiswa tidak ragu dalam menggunakan AI untuk kepentingan desain mereka, sebuah kondisi yang kontradiktif. Di kampus Maroon, terdapat beberapa organisasi yang diduga menggunakan AI untuk kepentingan menyampaikan informasi melalui sebuah poster, memperluas dilema dalam kreativitas.
Sumber: Postingan Instagram @bemunsika.
Hal ini menunjukkan batas antara karya dan mesin semakin melebur tanpa adanya evaluasi, AI tak sekadar mengotomatisasi, melainkan mengubah hakikat proses kreatif, seperti dikatakan Hertzmann (2018).
Di kancah internasional, AI turut menuai kontroversi dalam isu kali ini. Baru-baru ini, gaya ilustrasi studio Ghibli telah ditiru oleh AI untuk membuat ilustrasi khas studio asal jepang tersebut. Banyak pihak, termasuk seniman dan pengguna platform X, mengecam aksi ini sebagai bentuk kriminalitas atau pencurian, karena meniru gaya desain tanpa izin, melanggar hak cipta, dan eksploitasi terhadap karya Hayao Miyazaki yang didedikasikan nya bertahun-tahun. Miyazaki sendiri dalam wawancaranya menyebutkan bahwa AI menjadi bentuk penghinaan atas karya seni yang seharusnya tidak bisa ditiru oleh mesin. Atas kasus ini studio Ghibli telah menyatakan bahwa penggunaan AI adalah bentuk tindakan ilegal.
Di Indonesia, Iklan berbasis AI mungkin berhasil menjual Indomie atau memoles citra MBG, tetapi nilai seninya patut diragukan. Dunia global mengapresiasi karya AI dengan pameran mewah, sementara seniman lokal masih harus berjuang untuk diakui, dari freelance dengan penghasilan tak menentu, dan kini menghadapi saingan tak berwujud yang memperkecil peluang mereka.
Kolaborasi dengan teknologi, terdengar solusi yang ideal, tetapi kenyataannya jauh dari harapan. Perusahaan lebih memilih langkah instan ketimbang membayar talenta manusia, meninggalkan desainer dalam posisi terjepit.
Penggunaan AI dalam iklan sudah menjadi keniscayaan, tetapi Indonesia tidak boleh ada kata menyerah begitu saja pada efisiensi semu ini. Seniman lokal, yang telah lama menghadapi undervaluation dan persaingan ketat, harus menegaskan bahwa emosi dan cerita dalam karya mereka tak tergantikan oleh algoritma. Tanpa perlawanan ini, iklan berbasis AI, dari MBG hingga Indomie, hanya akan menjadi cerminan masa depan yang dingin: cerdas dan murah, tetapi tak bernyawa.
Sumber:
Fadilla, A. N., Ramadhani, P. M., & Handriyotopo, H. (2023). Problematika Penggunaan AI (Artificial Intellegence) di Bidang Ilustrasi: AI VS Artist. CITRAWIRA: Journal of Advertising and Visual Communication, 4(1),