Review Kegagalan Kurikulum Merdeka dan Harapan di Era Menteri Pendidikan Baru
Redaksi
Opini
25 Nov 2024

Perubahan kepemimpinan di Kementerian Pendidikan menandai babak baru dalam sistem pendidikan Indonesia. Menteri baru, Abdul Mu’ti, akan menggantikan Nadiem Makarim, yang dikenal dengan berbagai inisiatif inovatifnya, termasuk memperkenalkan Kurikulum Merdeka. Meskipun membawa visi yang berani, Kurikulum Merdeka kini mendapat banyak kritik akibat berbagai kelemahan yang muncul di lapangan. Oleh karena itu, yang jadi pertanyaannya sekarang adalah: ‘Apakah menteri baru akan dapat memperbaiki kekurangan ini dan membawa sistem pendidikan Indonesia ke arah yang lebih baik?’
Salah satu kritik paling tajam terhadap Kurikulum Merdeka adalah kebijakan kenaikan kelas yang memungkinkan siswa tetap naik ke tingkat berikutnya meskipun belum menguasai kemampuan dasar, seperti membaca. Pendekatan ini memang dirancang untuk mengurangi tekanan akademis, tetapi kenyataannya kebijakan ini justru mengorbankan kualitas pendidikan.
Di banyak sekolah, terutama di daerah-daerah dengan sumber daya terbatas, siswa yang memiliki kesulitan membaca tetap dinaikkan ke kelas selanjutnya. Hal tersebut tidak cukup untuk membantu mereka. Dampak dari kebijakan ini adalah siswa menghadapi kesulitan yang semakin besar saat menerima materi pelajaran. Hal ini tidak hanya menghambat perkembangan siswa tersebut, tetapi juga dapat mengganggu dinamika kelas secara keseluruhan karena guru harus beradaptasi dengan kemampuan siswa yang beragam dalam satu kelas.
Selain tantangan dalam implementasi kenaikan kelas, Kurikulum Merdeka juga menghadirkan tantangan besar bagi para guru dalam hal beban kerja. Para guru dibebani banyak tugas administratif yang memakan waktu dan energi, padahal seharusnya dapat difokuskan untuk mengajar dan membimbing siswa. Kehadiran Platform Merdeka Mengajar (PMM), yang diharapkan membantu guru dalam mengelola pembelajaran, justru menambah beban mereka dengan tuntutan penggunaan teknologi kerena memerlukan waktu tambahan untuk dipelajari dan diterapkan.
Bukan hanya beban administratif yang membuat para guru kewalahan; masalah kesejahteraan yang juga belum terpenuhi turut memperparah situasi. Banyak guru, terutama guru honorer, bekerja dalam kondisi ekonomi yang tidak memadai sehingga memengaruhi motivasi dan fokus mereka dalam mengajar. Keletihan fisik dan mental akibat beban kerja yang tinggi dan minimnya dukungan kesejahteraan menyebabkan penurunan mutu pembelajaran di sekolah.
Lalu, guru-guru juga disibukkan dengan pelaksanaan Asesmen Nasional, yang mencakup Survei Lingkungan Belajar. Survei ini mengharuskan para guru yang menjadi responden untuk mengisi angket secara daring dalam jangka waktu dua minggu. Tujuannya memang baik, yaitu untuk mengumpulkan data penting mengenai lingkungan belajar, tetapi proses ini menambah daftar panjang pekerjaan yang harus dilakukan guru di luar kegiatan mengajar. Hal ini berpotensi menambah keletihan mereka dan mengurangi fokus pada peran utama guru sebagai pendidik sehingga pembelajaran menjadi kurang optimal.
Siswa, terutama mereka yang memerlukan perhatian lebih, akan kesulitan mengikuti pelajaran jika gurunya sendiri tidak berada dalam kondisi terbaik untuk mengajar. Hal ini menciptakan siklus yang merugikan: siswa tertinggal, guru semakin tertekan, dan mutu pendidikan secara keseluruhan terus menurun.
Dengan hadirnya Abdul Mu’ti sebagai menteri pendidikan yang baru, ada harapan segar untuk mengatasi berbagai kelemahan Kurikulum Merdeka. Evaluasi menyeluruh sangat diperlukan agar kebijakan kenaikan kelas dan aspek lain dari kurikulum ini bisa lebih efektif dan sesuai dengan kebutuhan siswa. Menteri baru ini diharapkan membuat perubahan yang dapat mengurangi beban administratif yang selama ini membebani guru sehingga mereka dapat lebih fokus mengajar dengan semangat dan dedikasi tinggi.
Selain itu, perhatian lebih pada kesejahteraan guru juga menjadi kunci. Dengan dukungan finansial dan profesional yang lebih baik, guru akan merasa lebih dihargai dan termotivasi. Platform digital seperti Platform Merdeka Mengajar (PMM) harus dipastikan membantu, bukan malah menjadi beban tambahan.
Jika Abdul Mu’ti mampu mendorong kebijakan yang mengutamakan kebutuhan siswa dan kesejahteraan guru, hal ini bisa menjadi langkah besar menuju sistem pendidikan lebih jauh berkualitas. Harapannya, pendidikan di Indonesia bisa memasuki era baru yang bukan hanya penuh dengan inovasi, tetapi juga berdampak nyata bagi para siswa dan tenaga pendidik.
Penulis: Saber Roam
Desainer: IDN