Review Film Petaka Gunung Gede: Pamali yang Berujung Petaka

Redaksi
Review Film
12 Mar 2025
Thumbnail Artikel Review Film Petaka Gunung Gede: Pamali yang Berujung Petaka
Judul: Petaka Gunung Gede
Tanggal Rilis: 6 Februari 2025
Sutradara: Azhar Kinoi Lubis
Produser: Chand Parwez Servia, Riza
Produksi: Starvision, Legacy Pictures
Genre: Horor, Petualangan
Durasi Film: 98 menit


Sinopsis
Petaka Gunung Gede mengisahkan tentang dua sahabat, Maya (Arla Ailani) dan Ita (Adzana Ashel), yang berencana mendaki Gunung Gede untuk mengisi waktu liburan mereka. Namun, perjalanan mereka berubah menjadi mimpi buruk ketika Ita mengalami kejadian mistis yang menakutkan. Sejak di basecamp, ia mulai mengalami hal-hal aneh yang terus berlanjut sepanjang perjalanan menuju puncak. Kejadian-kejadian ganjil dan teror dari sosok tak kasat mata semakin memperburuk keadaan, hingga Ita mengalami nasib tragis yang membuat pendakiannya menjadi pengalaman mengerikan bagi seluruh kelompok.

Review Film
Film horor yang diangkat dari kisah nyata Maya Azka, sahabat Ita, Petaka Gunung Gede menggabungkan unsur mitos pamali yang masih kental dalam budaya Indonesia, terutama saat mendaki gunung. Film ini berhasil membangun suasana menyeramkan dengan latar hutan dan pegunungan yang mencekam. Atmosfer kelam dan nuansa horor sangat terasa, didukung oleh sinematografi yang apik dalam menangkap keindahan, sekaligus kengerian Gunung Gede.

Teror dalam film ini berawal dari Ita yang menyadari dirinya sedang menstruasi dan harus mengganti pembalutnya pada malam hari di basecamp. Keputusan ini membuatnya bertemu dengan sosok hitam besar yang diyakini sebagai penunggu basecamp, hingga ia mengalami kerasukan. Ita juga diketahui telah membuang sesuatu sakral, yang dipercaya sebagai penyebab petaka di Gunung Gede. Sepanjang perjalanan, kejadian mistis semakin intens, hingga Ita harus diadzani oleh para pendaki karena kesurupan di puncak gunung. Sekembalinya dari pendakian, Ita mengalami nasib tragis yang menyisakan misteri mendalam.

Selain itu, film ini juga menampilkan karakter lain yang cukup berperan penting. Misalnya, Kakak Maya digambarkan sebagai sosok yang menjaga Maya dan Ita selama mendaki. Sementara itu, Bapak Maya digambarkan sebagai seseorang yang menyimpan rahasia gelap terhadap kejadian mengerikan ini. Sayangnya, latar belakang mereka tidak terlalu dieksplorasi sehingga membuat cerita terasa kurang mendalam.

Film ini juga terlalu bergantung pada jumpscare di hampir setiap adegan, membuat teror terasa dipaksakan dan kurang natural. Tidak hanya itu, penggunaan jumpscare yang berlebihan membuat pengalaman menonton menjadi sedikit melelahkan. Ditambah lagi, alur cerita yang klise dan mudah ditebak menjadi kelemahan utama film ini.

Kelebihan
Salah satu kelebihan utama film ini adalah atmosfer horornya yang kuat. Latar hutan dan pegunungan yang sunyi serta pencahayaan redup mampu membangun ketegangan sejak awal hingga akhir film. Nuansa mistis yang melekat pada cerita juga semakin diperkuat dengan penggunaan mitos lokal sehingga terbilang cukup menarik. Sayangnya, eksplorasi terhadap mitos Gunung Gede, seharusnya bisa lebih diperluas untuk menambah kedalaman cerita.

Akting para pemain, terutama Adzana Ashel sebagai Ita, patut diapresiasi. Ia mampu menyampaikan ekspresi ketakutan dan kesurupan dengan sangat intens, membuat adegan-adegannya terasa lebih nyata dan menegangkan. Beberapa adegan horor, seperti momen Ita yang kesurupan dan harus diadzani di puncak gunung, menjadi salah satu bagian paling menyeramkan sehingga berhasil membuat bulu kuduk berdiri.
Selain itu, sinematografi film ini juga cukup menarik. Pengambilan gambar yang apik dalam menangkap lanskap indahnya, sekaligus seramnya Gunung Gede, menambah kesan mendalam pada film. Efek suara dan musik latar yang mendukung juga turut membantu membangun atmosfer horor semakin mencekam.

Beberapa dialog terdengar sangat khas. Belum lagi, ada beberapa kalimat dari Ita yang secara tidak langsung menyiratkan bahwa ia akan mati. Hal tersebut, tentu menjadi salah satu aspek menarik dari film ini.

Kekurangan
Sayangnya, film ini memiliki beberapa kelemahan yang cukup mengurangi pengalaman menonton. Salah satunya adalah penggunaan jumpscare yang berlebihan. Alih-alih membangun ketakutan yang alami, film ini justru lebih banyak mengandalkan efek kejut secara tiba-tiba. Hal ini membuat teror terasa lebih mengagetkan daripada benar-benar menyeramkan.

Alur cerita yang klise dan mudah ditebak juga menjadi kelemahan utama. Beberapa elemen cerita terasa, seperti pengulangan dari film horor bertema pendakian lainnya sehingga tidak memberikan banyak kejutan bagi penonton yang sudah terbiasa dengan genre ini. Selain itu, beberapa keputusan karakter terasa kurang masuk akal, terutama ketika mereka tetap melanjutkan pendakian meskipun sudah mendapat banyak peringatan dan tanda-tanda bahaya.

Efek visual dalam beberapa adegan juga terasa kurang meyakinkan. Contohnya, adegan Ita mencabut kukunya sendiri, terlihat jelas menggunakan efek prostetik yang kurang realistis. Hal ini mengurangi rasa mengerikan yang seharusnya bisa lebih kuat jika dieksekusi dengan lebih baik.

Kesimpulan
Petaka Gunung Gede adalah film horor yang menawarkan pengalaman mencekam dengan unsur mitos pamali dan dikemas secara menarik. Film ini berhasil membangun atmosfer horor secara mencekam, didukung dengan apiknya sinematografi, dan akting yang memukau. Namun, kelemahan dalam alur cerita yang klise, penggunaan jumpscare secara berlebihan, serta kurangnya eksplorasi mendalam terhadap mitos Gunung Gede membuat film ini terasa kurang maksimal. Seharusnya, film ini dapat lebih menggali latar belakang mitos dan memberikan kesan horor yang lebih natural daripada hanya mengandalkan efek keju sajat.

Meski demikian, bagi penggemar film horor berbasis kisah nyata, Petaka Gunung Gede masih layak untuk ditonton. Film ini memberikan pengalaman yang cukup menegangkan. Selain itu, adanya beberapa adegan yang mampu membuat merinding. Namun, bagi penonton yang mengharapkan kisah horor dengan pembangunan cerita secara lebih mendalam dan menakutkan, film ini mungkin terasa kurang memuaskan.

Rating: 6/10

Penulis: Aulia Syahda N.
Desainer: Nisrina Tiara Balqis

LPM Channel

Podcast NOL SKS