Realitas Pahit: Pancasila yang Kau Khianati
Redaksi
Opini
26 Jun 2024

1. Ketuhanan yang Maha Esa
- 2. Kemanusiaan yang Adil Dan Beradab
- 3. Persatuan Indonesia
- 4. Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan
- 5. Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Realitas pahit saat ini semakin dalam dan masif kita rasakan di negara yang kita cintai ini, ideologi yang sakral tidak lagi menjadi dasar yang diamalkan, hingga memuat pertanyaan yang harus kita tanyakan kepada diri sendiri “Berlandaskan apa kita menjalani hidup? Pancasila yang memuat kebaikan atau nafsu dan kepentingan yang menuntun dalam hidup?”. Realitas tersebut yang saat ini kita alami, tidak heran pula kekerasan dan pelecehan terhadap pancasila kerap dipertontonkan oleh pemimpin yang seharusnya menjadi teladan dan mencerminkan sebuah masyarakat luas.
Abraham Lincoln pernah berkata mengenai demokrasi, “Dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat”. Pemimpin yang kita rasa bobrok atas pilihan mayoritas masyarakat menjadi gambaran suatu pola masyarakat di daerahnya tersendiri. Temuan ini menjadi faktor penting bahwa mayoritas Masyarakat Indonesia masih mencederai dan melecehkan nilai-nilai yang terkandung dalam masyarakat.
Hal ini tergambar saat pemerintah di suatu daerah C**i**legon melecehkan sila ke-1 “Ketuhanan yang Maha Esa”. Tahun lalu, Walikota Cilegon menandatangani penolakan pembangunan gereja, tidak hanya Walikota saja, pelecehan terhadap sila ke-1 ini turut dilakukan oleh Wakil Walikota Cilegon, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), Wakil Ketua 1 dan Wakil Ketua 2 DPRD Kota Cilegon. Bodohnya pelecehan ini dilakukan serentak oleh elemen pemerintahan yang seharusnya kewajiban pemerintah untuk melindungi hak-hak masyarakat, hal ini telah menggugurkan kewajiban dari pemerintah. Hak beragama yang sudah melekat secara kodrat telah dirampas oleh tangan kuasa yang telah tertutup demi keberlanjutan jabatan kedepan.
#BuatApaLaporPolisi
Tagar yang sempat ramai berseliweran di berbagai sosial media ini merupakan bentuk kekecewaan masyarakat terhadap aparat kepolisian yang kerap menolak laporan masyarakat. Entah apa alasannya, tetapi hal ini tentu menyalahi tugas yang seharusnya sudah instansi itu ikrarkan, slogan yang berbunyi “melindungi, mengayomi, dan melayani masyarakat” menjadi gambaran kinerja yang semestinya di kepolisian. Bukan hanya penolakan pelaporan, oknum polisi seringkali berlebihan dalam menangani seorang tersangka. Terbaru, seorang anak ditemukan meninggal dunia pada 9 Juni 2024 atas penyiksaan yang dilakukan aparat kepolisian saat melakukan patroli. Korban mengalami luka lebam di bagian pipi, punggung, pergelangan tangan, siku, dan di bagian kepala mengeluarkan darah. Selain itu, korban mengalami patah tulang rusuk dan robek di bagian paru-paru. Apakah kalian bisa membayangkan betapa sadisnya penyiksaan yang dialami oleh korban? Lalu kemanakah nilai “kemanusiaan” yang adil dan beradab? Jika aparat pemerintah yang berwenang untuk menegakkan hal tersebut saja gagal dalam mengamalkan sila tersebut. Hati-hati Rancangan Undang-undang Polisi Republik Indonesia (RUU Polri) ya teman-teman.
Perpecahan antar kelompok masyarakat seakan kurikulum pendidikan wajib yang terjadi di kalangan remaja, tawuran antar sekolah dan perang sarung saat bulan ramadan menjadi budaya buruk yang melahirkan penerus bangsa bermental pecundang. Kebodohan sejak dini terus ditularkan dengan tingginya ego diri yang dilegalkan oleh dalih mencari jati diri, dampak yang ditimbulkan bukan hanya kematian, luka, dan kerusakan tetapi psikologis yang berkelanjutan. Budaya seperti ini jika diabaikan akan melahirkan masyarakat yang bar-bar yang berlandaskan rasa emosional saja, lalu kemanakah nilai sila ke-3? Jika sejak dini peristiwa seperti ini tetap ada.
Sila ke-4 dan ke-5 ini berkaitan, menilai demokrasi yang terjadi seharusnya melahirkan pemerintahan yang benar-benar atas pilihan Masyarakat Indonesia. Demokrasi merupakan alat untuk meraih keadilan sosial bagi seluruh masyarakat Indonesia. Sebelum itu, bagaimana demokrasi yang ada di Indonesia?
Demokrasi yang ada di Indonesia mengalami kemunduran, terlihat saat momen pemilihan presiden kemarin. Banyak peristiwa yang dinilai janggal seperti penetapan usia calon presiden, bantuan pemerintahan yang digunakan untuk kepentingan kampanye, dan peran media yang banyak dikendalikan elit politik untuk melicinkan tujuannya. Demikian hal ini sudah terjadi, kedepannya kita sebagai mahasiswa harus turut andil dalam mengawasi alur pemerintahan agar dapat menjegal praktek Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) terjadi kembali di Indonesia.
Penulis: Soselu
Desainer: GEE
Desainer: GEE