Predator Penyalahgunaan Kekuasaan: Modus Kekerasan Seksual di Perusahaan Cikarang

Redaksi
Esai
09 Aug 2024
Thumbnail Artikel Predator Penyalahgunaan Kekuasaan: Modus Kekerasan Seksual di Perusahaan Cikarang
Cikarang dikenal sebagai kawasan perindustrian terbesar se-Asia Tenggara. Bagaimana tidak, banyak perusahaan nasional dan internasional beroperasi di kawasan ini, sehingga menarik perhatian para pelamar untuk mendaftarnya. Beragam persyaratan, baik tertulis maupun tidak tertulis, menjadi sebuah kewajiban yang harus diikuti oleh para pekerja atau karyawan. Mulai dari persyaratan yang masuk akal hingga melanggar hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM).

Salah satu persyaratan tidak tertulis yang melanggar hukum dan HAM, yaitu mengharuskan karyawati atau pekerja perempuan untuk staycation atau tidur bersama dengan atasan demi perpanjang kontrak kerja. Miris? Tentu. Predator berkedok atasan ini memanfaatkan kekuasaan untuk melakukan modus kekerasan seksual. Persyaratan ini, juga mencerminkan betapa kurangnya perlindungan dan rasa aman bagi perempuan di dunia kerja. Alih-alih ingin mencari nafkah, tetapi malah dieksploitasi secara seksual. Memang tidak semua perusahaan yang memberlakukan persyaratan keji ini. Namun, ada perusahaan yang sudah terungkap memberlakukan persyaratan tersebut.

Mengutip dari akun X @Miduk17, terdapat salah satu perusahaan di Cikarang yang mengharuskan karyawati untuk staycation atau tidur bersama dengan atasan sebagai syarat perpanjangan kontrak kerja.

"Banyak yg up soal perpanjangan kontrak di perusahaan area Cik*rang. Ada oknum atas nama perusahaan yg mensyaratkan harus STAYCATION bersama karyawati agar mendapatkan perpanjangan kontrak. Yg mengerikan, ini ternyata sudah RAHASIA UMUM perusahaan dan hampir semua karyawan tahu," tulisnya pada akun milik pribadinya (30/4/2023). 

Pernyataan tersebut, dibuktikan dengan adanya salah satu korban berinisial AD yang melaporkan ajakan tidak pantas ini ke pihak berwenang. Tindakan yang dilakukan oleh korban menjadi sorotan beberapa media dan beritanya pun tersebar kemana-mana. Kasus ajakan staycation di luar pekerjaan ini, secara tidak langsung merendahkan martabat perempuan di tengah komitmennya pemerintah Indonesia untuk mendorong Penghormatan, Perlindungan, Pemajuan, Penegakan, dan Pemenuhan HAM (P5HAM) bagi perempuan di Tanah Air.

Selain itu, komitmen perlindungan HAM bagi perempuan juga dibuktikan di dalam UUD 1945, UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM, dan pemerintah juga meratifikasi Konvensi terkait Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan atau Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women (CEDAW) melalui UU RI Nomor 7 Tahun 1984.

Tidak hanya itu, semangat P5HAM tersebut juga dikuatkan dengan adanya UU pasal 12 dan 13 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS). UU Ketenagakerjaan sendiri melarang berbagai bentuk pelecehan seksual di tempat kerja dan mewajibkan pengusaha untuk menciptakan lingkungan kerja yang aman dan nyaman bagi seluruh pekerja tanpa terkecuali. Sementara itu, UU TPKS memperkuat perlindungan hukum bagi korban dari kekerasan seksual dengan menetapkan sanksi berat untuk pelaku. Selain itu, Undang-undang ini juga memberikan hak-hak ekstensif bagi korban.

Bunyi dari Pasal 12 UU TPKS sebagai berikut 'Setiap orang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan atau dengan menyalahgunakan kedudukan, wewenang, kepercayaan, perbawa yang timbul dari tipu muslihat atau hubungan keadaan, kerentanan, ketidaksetaraan, ketidakberdayaan, ketergantungan seseorang, penjeratan hutang atau memberi bayaran atau manfaat dengan maksud untuk mendapatkan keuntungan, atau memanfaatkan organ tubuh seksual atau organ tubuh lain dari orang itu yang ditujukan terhadap keinginan seksual dengannya atau dengan orang lain, dipidana karena eksploitasi seksual, dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)'.

Sementara itu, bunyi dari pasal 13 UU TPKS sebagai berikut 'Setiap orang secara melawan hukum menempatkan seseorang di bawah kekuasaannya atau orang lain dan menjadikannya tidak berdaya dengan maksud mengeksploitasinya secara seksual, dipidana karena perbudakan seksual, dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)'.

Aturan tersebut memang sudah tertulis dengan jelas dalam perundang-undangan. Namun, secara tidak langsung menggambarkan penerapan dan penegakan hukum terkait kekerasan seksual masih menjadi tantangan besar, terutama di tempat kerja sehingga perlu adanya kerja sama dari berbagai pihak.

Walaupun demikian, jika dilihat dari sudut pandang sosial kasus kekerasan seksual di tempat kerja ini mencerminkan adanya ketimpangan kekuasaan antara atasan dan bawahan atau istilahnya karyawan biasa. Salah satu faktor dari ketimpangan tersebut, yaitu adanya budaya patriarki yang hingga kini masih melekat di kalangan masyarakat Indonesia, terutama pada perempuan. Misalnya, perempuan dianggap lebih rendah dan kurang berdaya dibandingkan laki-laki, padahal pada dasarnya setiap orang tanpa memandang gender apapun itu posisinya setara dan memiliki hak asasi yang sama.

Berdasarkan hal tersebut, kasus ini tidak dapat dibenarkan dalam bentuk apapun karena peraturan perundang-undangan sudah tertulis sangat jelas. Selain itu, dengan adanya korban yang berani bersuara, pemerintah dan perusahaan dapat menelusuri lebih dalam terkait kasus ini. Dengan begitu, pelaku dapat diberikan hukuman yang setimpal sehingga timbulnya efek jera.

Harapan untuk kedepannya, semoga pemerintah dan perusahaan lainnya dapat bertindak lebih tegas lagi dalam memberlakukan sebuah aturan agar kejadian, seperti ini tidak terulang kembali. Selain itu, perlu ubah mindset atau pola pikir bahwa tidak adanya jarak antara atasan dan bawahan atau karyawan biasa sehingga dapat meminimalisir timbulnya ketimpangan kekuasaan. Dengan demikian, tidak adanya penyalahgunaan kekuasaan untuk kepentingan atau hasrat pribadi.


Penulis: Nadya Putri
Desainer: IND


Referensi
Indonesia. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Wanita. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 29, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3277. Sekretariat Negara. Jakarta

Indonesia. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 120, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6792. Sekretariat Negara. Jakarta

Indonesia. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3886. Sekretariat Negara. Jakarta

Liputan 6. (2023). Viral Karyawati Harus Tidur Bareng Bos demi Perpanjang Kontrak, Ini Respons Kemenkumham. Diakses pada 7 Juli 2024 dari https://www.liputan6.com/news/read/5278592/viral-karyawati-harus-tidur-bareng-bos

Sanjaya, A. (2023). Staycation Dikaitkan dengan Percobaan Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Jurnal Hukum dan HAM Wara Sains, 2(11), 1024-1031.

Sitorus, J. [Miduk17]. (2023, April 30). “Banyak yg up soal perpanjangan kontrak di perusahaan area Cik*rang. Ada oknum atas nama perusahaan yg mensyaratkan harus STAYCATION bersama karyawati agar mendapatkan perpanjangan kontrak. Yg mengerikan, ini ternyata sudah RAHASIA UMUM perusahaan dan hampir semua karyawan tahu”. [X]. Diakses dari https://x.com/Miduk17/status/1652679216956317698?t=l9WmLz7_ksF0cL4CwTxkt g&s=19

LPM Channel

Podcast NOL SKS