Praktik Norak, Objektifikasi Perempuan pada Akun @unsika.cantik

Beberapa hari yang lalu, saat membuka sosial media dengan niat untuk mencari hiburan dari kepenatan perkuliahan, saya terkejut ketika melihat salah satu akun media sosial dengan nama akun @unsika.cantik muncul di beranda sosial media saya. Akun-akun seperti itu mengingatkan saya ketika dulu masih duduk di bangku pelajar Sekolah Menengah Atas (SMA), memang banyak akun-akun serupa yang eksis di SMA-SMA. Isi dari akun tersebut tidak lebih dari unggahan foto-foto perempuan yang mendapatkan label “cantik” di sekolah pada saat itu. Dulu, ketika saya masih berstatus pelajar pada saat itu, saya hanya menganggap akun tersebut hanyalah akun humor atau receh yang eksis.
Tak jarang juga pelajar pada saat itu mengadukan wajah-wajah “cantik” yang dimiliki oleh sekolahnya sendiri dengan sekolah orang lain, hal tersebut mungkin akan sangat mirip dengan apa yang terjadi saat zaman kerajaan, dulu tiap-tiap desa pasti memiliki perempuan yang menjadi primadona di desanya, mungkin kita mengenalnya dengan istilah “kembang desa”. Lantas para “kembang desa” ini lah yang biasanya dijadikan “hadiah” untuk diperebutkan oleh para raja-raja pada zaman itu. Seiring berkembangnya zaman dan teknologi, praktik-praktik objektifikasi terhadap perempuan pun turut berubah. Akan tetapi, kehidupan perempuan masih sama, masih terbelenggu di dalam tabung yang dikenal dengan patriarki dan tentunya kapitalisme yang membuat sirkulasi patriarki terus terjadi.
Sebagai pelajar yang masih belum mengetahui banyak hal, pada saat itu saya tidak terlalu terganggu dengan praktek-praktek tersebut dan tidak berbuat apa-apa. Akan tetapi, dengan pergaulan dan pengetahuan yang saya miliki saat ini, membuat saya akhirnya tersadarkan dengan apa yang terjadi pada saat saya masih pelajar dahulu merupakan praktik-praktik objektifikasi terhadap kecantikan yang dimiliki oleh perempuan. Dan miris rasanya melihat akun-akun serupa saat ini muncul kembali kepermukaan sosial media di tengah fase perkuliahaan. Isi dari akun sosial media @unsika.cantik juga tak jauh berbeda dengan akun sosial media saat saya masih bersekolah dulu, isinya adalah wajah-wajah perempuan yang dicap sebagai perempuan yang “cantik” yang ada di Universitas Singaperbangsa Karawang (Unsika). Bagaimana bisa seseorang menempelkan cap cantik atau tidaknya pada orang lain? Hal itu akan terdengar sama dengan barang mana yang bagus dan tidak.
Objektifikasi perempuan sendiri merupakan sebuah pemikiran yang menempatkan perempuan sebagai objek pemuas laki-laki yang ditandai dengan standarisasi kecantikan atau keindahan tubuhnya. Tanpa disadari, selama ini perempuan telah mengalami objektifikasi terhadap ketubuhan mereka, mulai dari standar kecantikan, proporsi tubuh, dan sebagainya. Mirisnya hal-hal tersebut terus dipraktikan hingga saat ini, lebih parahnya di Unsika saat ini praktik tersebut ditunjukan dengan gamblang melalui kemunculan akun @unsika.cantik tersebut.
Objektifikasi terhadap perempuan merupakan salah satu barang ciptaan budaya patriarki. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), patriarki merupakan sebuah sistem sosial yang menempatkan laki-laki memegang kendali penuh dalam berbagai aspek sosial, seperti urusan rumah tangga, politik, moral, dan properti. Pada akhirnya dengan sistem patriarki yang saat ini berjalan membuat laki-laki dapat dengan mudah menempatkan perempuan sebagai objek yang dapat mereka kendalikan. Lantas Keberadaan akun @unsika.cantik menunjukan bahwa sistem patriarki masih langgeng berjalan di tengah masyarakat.
Budaya patriarki juga akhirnya menuntut perempuan untuk berpenampilan yang dapat memuaskan bagi laki-laki, hal itu dikenal dengan istilah male gaze. Media telah lama menjadikan perempuan sebagai objek pemuas itu, terutama media yang eksis di tengah budaya patriarki. Dengan berjalannya objektifikasi melalui media itu dapat membuat perempuan merasa jika ketubuhan mereka bukan milik mereka sendiri, akan tetapi milik publik terutama laki-laki. Lantas ketika para perempuan telah terbiasa untuk diatur mengenai ketubuhannya, mereka akhirnya menjadi berupaya untuk bisa dilihat oleh para laki-laki; Standar kecantikan yang bias akhirnya menjadi acuan para perempuan dalam berkehidupan; mereka akan mencari berbagai cara untuk dapat tampil dilihat oleh laki-laki. Para perempuan akhirnya terbiasa menjadi objek dan terobjektifikasi; mereka terbiasa melihat diri mereka melalui kacamata para laki-laki. Konsep male gaze itu lantas ditunjukan secara gamblang melalui akun sosial media @unsika.cantik tersebut.
Sama seperti saat di sekolah dulu, akun tersebut juga menunjukan jumlah pengikut yang tidak sedikit. Hal itu berarti menunjukan masih banyak orang-orang entah perempuan atau laki-laki yang nyaman dengan keberadaan akun tersebut, menunjukan jika banyak orang yang menjadikan perempuan sebagai sebuah objek hidup semata. Tak jarang juga ditemui komentar yang justru mendukung praktik objektifikasi tersebut. Perlu diketahui jika mendukung praktik objektifikasi itu sangat berbeda dengan mendukung kesetaraan gender yang selama ini diperjuangkan oleh banyak tokoh, dukungan yang diberikan terhadap praktik objektifikasi justru membuat kesetaraan gender yang selama ini diperjuangkan makin jauh dari hasil yang diharapkan.
Dengan kemunculan akun @unsika.cantik juga dapat berdampak ke banyak hal, terdapat penelitian yang mengatakan jika keberadaan akun-akun kampus cantik dapat menjurus ke berbagai dampak buruk seperti Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO). Tak jarang ditemui di kolom komentar akun sosial media serupa, banyak komentar yang menjerumus ke arah seksis. Hal tersebut tentu bukan hanya dapat berpengaruh ke psikologis perempuan, akan tetapi bisa berdampak ke kehidupan pribadi penyintas secara langsung.
Akan sangat sulit memang rasanya merubah pola pikir masyarakat yang patriarkis seperti saat ini, budaya patriarki telah merasuk ke seluk beluk pikiran masyarakatnya. Bahkan saat ini mahasiswa yang katanya insan paling bermoral sekalipun malah menjadi agen pelanggengan budaya patriarki. Perempuan tidak seharusnya menjadi barang yang hanya dilihat dari segi kecantikan tubuhnya saja, perempuan juga sama dengan laki-laki yang memiliki nilai lain selain kecantikan, yang penilaiannya juga tidak jelas seperti apa.
Mungkin bila tulisan ini dibaca akan terasa terlalu berlebihan, dan mungkin saja saya akan dikatakan sebagai mahasiswa yang lebay dan tidak asik. Namun percayalah, praktik objektifikasi yang dilanggengkan dengan gimmick akun seperti @unsika.cantik bukanlah humor yang seharusnya bisa dinikmati. Menonton dan menikmati postingan dari akun @unsika.cantik sama saja dengan menikmati tubuh para perempuan yang telah diunggah di akun tersebut, dan tentu itu bukan sebuah candaan semata.
Tulisan ini hanyalah bentuk kemarahan serta kegundahaan saya melihat akun @unsika.cantik, silakan untuk mencibir saya apabila kalian merasa saya terlalu lebay dan berlebihan menanggapi akun tersebut. Akan tetapi, percayalah, dampak dari keberadaan akun tersebut akan membuat kesenjangan gender yang selama ini berlangsung, akan semakin menjadi-jadi. Jangan sampai menunggu adanya korban KBGO yang muncul akibat dari keberadaan akun tersebut. Stop objektifikasi terhadap perempuan. Hapus pola-pola objektifikasi perempuan dari akun @unsika.cantik dan akun-akun serupa lainnya.
Sumber Referensi:
Pasaribu Lasmarito. A, Pramiyanti Alila. (2023). Objektifikasi dan Konstruksi Cantik pada Tubuh Perempuan dalam Akun Instagram @ugmcantik dan @unpad.geulis. Jurnal Riset Komunikasi, 6(2). https://doi.org/10.38194/jurkom.v6i2.796
Hilmi, A. M. (2024). Tatapan Pria dan Objektifikasi Tubuh Perempuan: Potensi Kekerasan Berbasis Gender Online Pada Akun Instagram @ugmcantik. Jurnal Wanita Dan Keluarga, 5(2), 155 - 174. https://doi.org/10.22146/jwk.15811
Khumairah, Andi Alifkha Nurul (2024) MALE GAZE DALAM AKUN INSTAGRAM KAMPUS CANTIK: OBJEKTIFIKASI TERHADAP PEREMPUAN. Undergraduate thesis, IAIN Parepare.
Penulis: Hussein
Desainer: DYN