Potret Buram Kebijakan Pemerintah, Efisiensi Anggaran atau Pengabaian Pendidikan?

Redaksi
Opini
14 Feb 2025
Thumbnail Artikel Potret Buram Kebijakan Pemerintah, Efisiensi Anggaran atau Pengabaian Pendidikan?
Berita mengenai efisiensi anggaran belakangan ini semakin santer terdengar, dengan pemangkasan yang dilakukan di berbagai sektor. Seluruh kementerian dan lembaga pemerintahan turut merasakan dampaknya. Dikeluarkannya Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025 pada 22 Januari lalu menjadi alasan utama di balik pemangkasan anggaran tersebut. Saat kabar ini pertama kali muncul, sebagian masyarakat mungkin merasa lega karena instruksi tersebut hanya akan memangkas anggaran yang selama ini dianggap berkaitan dengan gaya hidup hedonis para pejabat. 

Tak lama setelah isu efisiensi anggaran ramai diperbincangkan, tersebar salindia dari rapat kerja antara Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI) dan Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendiktiksaintek). Salindia tersebut, mengungkapkan pengurangan anggaran bagi kementerian yang menaungi pendidikan tinggi sebesar Rp22,5 triliun dari total anggaran 2025 berjumlah Rp57,6 triliun. 

Kebijakan ini sontak memicu kemarahan publik. Bagaimana mungkin pemerintah memangkas anggaran pendidikan yang merupakan sektor krusial bagi masa depan bangsa. Hanya untuk mendanai program yang dinilai tidak terencana dengan matang dan lebih terlihat sebagai pemenuhan janji kampanye semata. 

Salah satu program yang terdampak dari pemangkasan anggaran ini adalah beasiswa KIP Kuliah. Pengurangan dana berpotensi menyebabkan 663.821 mahasiswa putus kuliah serta tidak adanya penerimaan mahasiswa baru penerima Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah tahun 2025. Jika hal ini terjadi, pemerintah akan dinilai gagal dalam upaya memutus rantai kemiskinan di Indonesia. 

Kebijakan ini juga berpotensi memberikan dampak negatif terhadap perekonomian di masa depan. Orang tua yang masih menganggap pendidikan sebagai investasi penting kemungkinan akan berutang ke sana kemari demi membiayai kuliah anak mereka. Alih-alih memutus rantai kemiskinan, kebijakan ini justru dapat menciptakan beban ekonomi baru yang semakin menjerat. 

Topik ini ramai diperbincangkan di jagat maya, dengan ribuan opini dan luapan amarah masyarakat yang menggema di berbagai platform. Pemangkasan anggaran ini tentu tidak hanya berdampak pada mahasiswa penerima KIP Kuliah, tetapi juga pada keseluruhan ekosistem pendidikan tinggi. Anggaran untuk Pusat Unggulan Antar-Perguruan Tinggi (PUA-PT) turut mengalami pemotongan sebesar 50 persen, yang berpotensi menyebabkan kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) di seluruh perguruan tinggi di Indonesia. Di tengah situasi ini, cita-cita "Indonesia Emas 2045" terasa seperti mimpi di siang bolong. 

Kebijakan-kebijakan yang tidak rasional belakangan ini kerap muncul dari pemerintahan yang baru menjabat selama 116 hari. Beberapa di antaranya adalah kebijakan terkait gas subsidi, Makan Bergizi Gratis (MBG), serta pagar bambu di atas laut yang banyak dianggap sebagai bentuk "Pagar Makan Lautan".

Tak jarang, kebijakan-kebijakan tersebut hanya bertahan tiga hari sebelum akhirnya dicabut. Setelah menuai amarah publik, pemerintah kerap tampil bak superhero yang sigap menyelamatkan rakyatnya dari serangan Thanos, padahal seharusnya kebijakan dikaji secara matang sebelum diterapkan. Bukan justru menunggu masalah muncul dan viral di media sosial. Sampai saat ini, kebijakan untuk memangkas anggaran pendidikan juga belum terdapat konfirmasi atau tindak lanjut dari pemangku kekuasaan, mahasiswa yang studinya bergantung pada bantuan sosial kini tengah menunggu dengan harap harap cemas. 

Sepertinya kita akan melihat "superhero baru" yang kembali muncul di panggung kali ini—datang dengan gagah, seolah menjadi penyelamat dari kebijakan yang mereka buat sendiri. 


Penulis: Marie
Desainer: Zahra Farida Septi Wahyuni

LPM Channel

Podcast NOL SKS