Peringatan Hari Radio Nasional dan RRI, Yuk Simak Sejarahnya!
Redaksi
Berita
11 Sep 2022

Setiap hari penting pasti memiliki sejarah yang harus dikenang. Tanggal 11 September merupakan hari diresmikannya Radio Republik Indonesia. Pada tanggal itu pula diperingati sebagai Hari Radio Nasional. Sebenarnya, banyak pula yang menyebutnya sebagai Hari RRI.
Sejarah terbentuknya Radio Republik Indonesia selain untuk memperjuangkan kemerdekaan, juga menjadi penghubung antara pemerintah RI dengan rakyat pada masa itu.
Bermula pada 17 Agustus 1945, teks proklamasi disiarkan melalui siaran radio Hoso Kyoku oleh penyiar Joesoef Ronodipoero. Dua hari setelah itu, Jepang mencabut siaran radio Hoso Kyoku, tepatnya pada 19 Agustus 1945. Saat itulah masyarakat tidak tahu akan informasi. Bahkan setelah pengumuman kemerdekaan itu, mereka tidak tahu apa yang harus dilakukannya. Apalagi radio-radio luar negeri mengabarkan bahwa tentara Inggris akan menduduki Jawa dan Sumatera.
Mendengar hal itu, orang-orang yang pernah terlibat dalam radio pada masa penjajahan Jepang mengadakan perkumpulan bersama pemerintah di Jakarta. Sebanyak delapan orang wakil yang sebelumnya bekerja pada radio Hoso Kyoku yang terlibat dalam pertemuan tersebut, yaitu Abdulrahman Saleh, Adang Kadarusman, Soehardi, Soetarji Hardjolukito, Soemarmadi, Sudomo Marto, Harto, dan Maladi. Mereka berkumpul di bekas gedung Raad Van Inje Pejambon pada 11 September 1945 pukul 17.00 WIB.
Abdulrahman Saleh, sebagai ketua delegasi memaparkan garis besar rencana saat pertemuan tersebut. Salah satunya adalah meminta kepada pemerintah supaya mendirikan radio sebagai alat komunikasi antara pemerintah dengan rakyat. Pemerintah perlu berkomunikasi dan memberikan tuntunan kepada rakyat untuk bersikap seperti apa nantinya. Dikarenakan informasi yang disampaikan lebih cepat dan tidak mudah terputus saat terjadi pertempuran, maka dari itulah radio dipilih sebagai alat komunikasi.
Dalam pertemuan tersebut juga, delegasi radio meminta kepada pemerintah untuk mendapatkan modal operasional dengan cara menuntut Jepang agar dapat menggunakan studio dan pemancar-pemancar radio Hoso Kyoku. Awalnya, para menteri dan sekretaris negara merasa keberatan atas permintaan tersebut. Namun, delegasi radio bersikap meneruskan rencana itu dengan memperhitungkan risiko dari peperangan.
Pada pertemuan akhir, Abdulrahman Saleh turut menyebutkan beberapa simpulan, yaitu dibentuknya Persatuan Radio Republik Indonesia yang meneruskan penyiaran dari delapan stasiun radio di Jawa dan mempersembahkan RRI kepada pemerintah RI sebagai alat komunikasi antara pemerintah dan rakyat. Selain itu, juga menghimbau agar semua hubungan antara pemerintah dan RRI disalurkan melalui Abdulrahman Saleh. Akhirnya, pemerintah menyanggupi simpulan tersebut dan siap membantu RRI meskipun ada beberapa hal yang tidak mereka setujui.
Kemudian, pada pukul 00.00 WIB, delegasi radio di Jawa mengadakan pertemuan di rumah Adang Kadarusman, Jalan Menteng Dalam, Jakarta. Adapun perwakilan yang mengikuti pertemuan kali ini terdiri dari Soetaryo asal Purwokerto, Soemarmadi dan Soedomo Marto dari Yogyakarta, Soehardi dan Harto dari Semarang, Maladi dan Soetarji Hardjolukito dari Surakarta, serta Darya, Sakti Alamsyah, dan Agus Marahsutan dari Bandung. Pada hasil pertemuan tersebut juga diresmikannya RRI dengan pemimpin Abdulrahman Saleh.
(Sumber: www.ppid.rri.co.id)
Penulis: Sonnia Aulia Sari