Merasa Belum Terselesaikan, Mahasiswa Terus Keluhkan Masalah UKT dan IPI

Redaksi
Berita
18 Aug 2023
Thumbnail Artikel Merasa Belum Terselesaikan, Mahasiswa Terus Keluhkan Masalah UKT dan IPI
Ketidaksesuaian antara kebijakan Uang Kuliah Tunggal (UKT) dan Iuran Pembangunan Institusi (IPI) di Universitas Singaperbangsa Karawang (Unsika), menjadi masalah utama mahasiswa dari tahun ke tahun yang sampai saat ini masih belum terselesaikan. Sebagian besar dari mahasiswa merasa terbebani oleh tingginya UKT dan IPI, yang kerap kali dirasa tidak sesuai dengan penghasilan atau slip gaji orang tua. Akibat hal tersebut para mahasiswa juga menghadapi tantangan finansial yang signifikan akibat kenaikan drastis dalam UKT. Banyak di antara mereka yang merasa sulit untuk memenuhi kewajiban pembayaran, bahkan setelah berusaha keras dalam prestasi akademik.

Para mahasiswa juga merasa bahwa terdapat ketidaksesuaian antara UKT dan IPI yang telah dibayarkan dengan sarana dan prasarana yang didapatkan, sehingga kondisi ini memicu tuntutan akan akses pendidikan yang adil dan berkeadilan di universitas ini. 

DP, Salah satu mahasiswa Fakultas Ilmu Kesehatan (Fikes), turut menyuarakan keluh kesahnya. “Saya tau fakultas kesehatan dengan UKT tinggi itu sudah biasa, namun karena UKT-nya tinggi ini, saya tidak setuju, karena fasilitas seperti media pembelajaran, ruang kelas, laboratorium yang masih kurang, Zoom siswa yang bayar, alat-alat laboratorium yang masih kurang, kemudian bahan-bahan yang masih belum memadai, misalkan kayak sudah expired,” tuturnya saat diwawancarai secara online, Sabtu (29/07/2023)
Besaran UKT dan IPI Unsika Berdasarkan Keputusan Menteri Ristekdikti Nomor 101/M/KPT/2019 tentang perubahan kedua atas Keputusan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Nomor 91/M/KPT/2018, Dikutip dari biayakuliah.net

Keluhan lain juga datang dari HH, salah satu mahasiswa Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, yang mengatakan bahwa antara UKT yang telah dibayarkan dengan fasilitas yang didapatkan mahasiswa masih kurang sesuai, seperti tidak tersedianya akses WiFi untuk proses pembelajaran mahasiswa, tidak berfungsinya proyektor yang ada di kelas, sedikitnya jumlah toilet di fakultas tersebut, serta maintenance masjid yang dirasa kurang bahkan terkesan mengalami penurunan.

Menanggapi hal tersebut, Biro Umum Unsika, Kurniawan mengatakan bahwa penetapan besaran UKT dan IPI tersebut telah disetujui oleh Menteri Keuangan dan Menteri Pendidikan. 

“Kami di biro umum kan mengelola keuangan di universitas dan universitas ini sebagai lembaga negara, sebagai badan layanan umum negara juga, jadi kita tidak sembarangan, jadi kita tetapkan rate itu disetujui oleh menteri keuangan, disetujui oleh menteri pendidikan. Permasalahan yang dihadapi saat ini adalah masih belum optimalnya  UKT dan IPI yang masuk, terbukti kita memiliki hutang yang besar. Nah, ini berbicara tadi akuntabilitas, mestinya bayar dong. Kan dosen dibayar, proyektor juga dibeli. Kadang-kadang kita apa namanya, pegawai juga dibayar kan, petugas kebersihan, meskipun itu tadi masalahnya mah belum optimalnya UKT yang bayar secara tepat waktu, UKT dan IPI, sehingga nanti berpengaruh pada kinerja keuangan maupun kinerja organisasi secara umum, begitu," saat diwawancarai secara langsung, Selasa (01/08/2023).

Selain masalah ketidaksesuaian UKT dan IPI, beberapa mahasiswa Unsika juga merasa masih terdapat kekurangan dalam transparansi perhitungan UKT dan IPI. Hal itu seperti yang disampaikan oleh BA, salah satu mahasiswa Fakultas Ilmu Kesehatan, mengaku kebingungan terhadap transparansi UKT dan proses perhitungan  UKT itu sendiri. 

“Karena saya jalur mandiri juga, otomatis UKT saya langsung digolongkan di golongan yang tertinggi, jadi tidak ada perhitungan-perhitungan di sana, dan itu cukup membingungkan bagi saya,” ujarnya saat diwawancarai secara online, Sabtu (29/07/2023).

Adanya berbagai masalah mengenai UKT dan IPI ini kemudian memicu protes dari para mahasiswa, hingga isu ini tercantum dalam poin tuntutan aksi yang dilakukan oleh mahasiswa dan ormawa Unsika, Senin (17/07/2023). 

Menanggapi hal tersebut, Koordinator Keuangan Unsika, Siti Muzayanah mengatakan bahwa staf keuangan hanya menentukan kelompok UKT, bukan besaran UKT. Muzayanah juga menjelaskan tentang mekanisme penggolongan UKT  dan IPI mahasiswa di Universitas Singaperbangsa. 

“Mekanisme penentuan UKT itu sudah ada formulasinya. Formulasinya itu penghasilan orang tua dikurangi jumlah tanggungan, jadi dibagi. Menentukan formula itu tidak semata-mata kita ngobrol enaknya gimana, tidak, itu ada BPS, jadi dari karawang itu pendapatan karawang berapa, jadi dihitung, di lingkungan sini gitu, yang menentukan juga bukan kami, dari tim, itu juga dari dosen, dari pejabat, dari segala yang ada di sini, ada yang dari senat, keluarlah SK, yang namanya formulasi penentuan UKT dan IPI," ujarnya saat diwawancarai secara langsung, Selasa (01/08/2023).

Muzayanah juga menambahkan bahwa penentuan besaran UKT tersebut ditetapkan melalui formulasi yang dibuat oleh masing-masing prodi di setiap fakultas.

Di samping Itu, sulitnya syarat-syarat dalam pengajuan banding UKT, serta penurunan besaran nominal UKT yang dinilai kecil setelah proses banding ini menjadi hal selanjutnya yang banyak dikeluhkan oleh mahasiswa. Ketua BEM Fisip, Syahran turut menceritakan pengalaman dari mahasiswa Fisip yang pernah mengajukan banding UKT. 

“Keluhan yang sering muncul itu ketika ada pengajuan atau perbandingan UKT dari mahasiswa yang biasanya ada di semester ganjil, itu banyak mahasiswa yang sudah melampirkan bukti-bukti atau dokumen terkait, namun hasilnya tidak sesuai," ujarnya saat diwawancarai secara online, Senin (24/07/2023)

Namun, HH, salah satu mahasiswa Akuntansi itu menyatakan bahwa meskipun mendapatkan golongan UKT tertinggi dan merasa tidak sesuai, ia tidak pernah mengajukan banding, lantaran rumitnya persyaratan yang dibutuhkan. 

“Aku belum pernah ngajuin banding UKT selama kuliah ini karena ngeliat persyaratannya agak ribet ya, dan temanku ada yg ngajuin banding itu turunnya cuma 200k aja jadi aku agak malas pengajuannya karena dikit banget turunnya, sebenarnya aku oke-oke aja sih bayar UKT di golongan sekarang ini cuma agak malesnya tuh fasilitas yg didapatkan kayak ga sesuai sama nilai yang kita bayar ke pihak kampus,” ujarnya saat diwawancarai secara online, Senin (24/07/2023). 

Menanggapi hal tersebut, Muzayanah mengatakan bahwa uang dari pengumpulan biaya UKT atau IPI dari mahasiswa masih utuh.

“Dan adek-adek ketahui bahwa uangnya itu masih utuh. Belum dibuat apa-apa, karena tidak cukup. Takutnya kita bangun pake itu, ketika nanti tidak terpenuhi jadinya mangkrak.” ujarnya saat diwawancarai secara langsung, Selasa (01/08/2023). 

Taufik, selaku staf keuangan di Pusat Pelayanan Terpadu, Juga menyatakan bahwa universitas akan memberikan beberapa solusi mengurangi ketegangan antara UKT dan IPI. Salah satunya adalah agar BEM dapat memberitahukan lebih banyak informasi mengenai beasiswa kepada mahasiswa sebagai alternatif lain untuk mengurangi masalah tersebut selain mengadakan gugatan pengajuan penurunan UKT atau IPI.

"Saya harap dari teman-teman BEM atau ormawa ini bisa mengarahkan teman-teman mahasiswa baru untuk mendaftar beasiswa, karena di universitas ini beasiswa tidak hanya satu, banyak, entah itu internal ataupun eksternal. Coba dari teman-teman mahasiswa tanya kemahasiswaan ada beasiswa apa saja sih yang sekiranya itu bisa dimanfaatkan. Kadang mahasiswa baru kalau lulus SMA kurang  informasi mengenai beasiswa, taunya KIP aja, kan sebenarnya enggak cuma KIP aja, beasiswa daerah juga ada, "ujar Taufik, staf keuangan di Pusat Pelayanan Terpadu.

Dari permasalahan tersebut, salah satu mahasiswa Fikes menyampaikan harapannya agar mekanisme dan  perhitungan UKT atau IPI dapat lebih transparan, serta adanya kesesuaian antara besaran UKT yang dibayarkan dengan fasilitas yang didapatkan, yang dapat dilakukan dengan memperbaiki fasilitas-fasilitas yang kurang, fasilitas yang sesuai, serta fasilitas yang memadai. 

Para mahasiswa berharap bahwa perubahan akan segera terjadi dan universitas akan mencapai keseimbangan yang lebih baik antara komitmen akademik dan aspek finansial. Diharapkan bahwa dialog antara pihak universitas, mahasiswa, dan pakar pendidikan akan memberikan solusi yang memadai demi masa depan pendidikan yang lebih adil dan terjangkau di Unsika.

(ZFS, HNF) 

LPM Channel

Podcast NOL SKS