Menyelisik Program MBKM Mandiri FKIP: Ketika Pendidikan Tidak Lagi Menjanjikan Kesejahteraan

Redaksi
Opini
06 Aug 2024
Thumbnail Artikel Menyelisik Program MBKM Mandiri FKIP: Ketika Pendidikan Tidak Lagi Menjanjikan Kesejahteraan
Semua mahasiswa semester akhir Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) tentunya sudah tidak asing lagi dengan program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) Mandiri FKIP yang merupakan adaptasi dari program MBKM Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek). Meskipun terbilang baru, tak perlu waktu lama sampai program ini benar-benar populer di kalangan mahasiswa FKIP. Disclaimer, tulisan ini tidak pernah bermaksud untuk menggiring opini ataupun menjelek-jelekan pihak manapun. Jadi, tidak perlu meminta tulisan ini untuk di-take down.

Program MBKM Mandiri FKIP pertama kali disosialisasikan pada 23 Juni 2023 berdasarkan Surat Undangan Sosialisasi nomor 951/UN64.3/LL/2023. Saat pertama kali diluncurkan, program ini memiliki lima cabang program; FKIP Mengajar, Magang Mandiri, Proyek Kemanusiaan, Membangun Desa, dan Kewirausahaan. Namun, memasuki tahun kedua pelaksanaannya program ini hanya terbagi menjadi dua cabang program saja, yaitu FKIP Mengajar dan FKIP Magang.

Dari awal program berjalan hingga saat ini, MBKM Mandiri FKIP cukup banyak menuai pro dan kontra dari kalangan mahasiswa FKIP, bahkan saat pertama kali disosialisasikan sempat diadakan Rapat Audiensi oleh pihak Organisasi Mahasiswa (Ormawa) dengan pihak Sivitas Akademika FKIP. Alasannya adalah karena banyaknya keluhan dari para calon peserta yang menyebutkan bahwa terdapat ketidakjelasan timeline kegiatan, serta pengajuan tuntutan-tuntutan yang di antaranya adalah tuntutan pengakomodiran anggaran secara merata, hingga tuntutan dihapuskannya pengkhususan program pada prodi tertentu. Namun, berdasarkan Berita Acara nomor 01/RA/BEM_FKIP_USK/VII/2023 beberapa dari tuntutan yang diajukan tersebut resmi tidak dihiraukan.

Sebenarnya, program MBKM Mandiri FKIP ini adalah program yang cukup menguntungkan mahasiswa, terbukti dengan adanya konversi 20 Satuan Kredit Semester (SKS) mata kuliah termasuk konversi kegiatan Kuliah Kerja Nyata (KKN). Namun, sepertinya keuntungan itu hanya berlaku pada tahun pertama pelaksanaannya saja, sebab di tahun kedua ini program tersebut tidak lagi mengonversi kegiatan KKN. Sungguh angkatan 2021 yang malang. Apakah pelaksanaan program selama empat bulan ini tidak bisa disebut sebagai pengabdian juga? Terlebih pada program FKIP Mengajar, yang mana dari segi pendanaan saja hanya diberi uang saku yang hanya cukup untuk pelaksanaan program kerja tanpa bisa meng-cover biaya hidup dan akomodasi. Bukan karena kami mata duitan, sama sekali bukan itu poinnya.

Bayangkan bagaimana rasanya ketika kalian mengisi formulir pendaftaran dan mencantumkan domisili “Telukjambe Timur”, tetapi tiba-tiba ditempatkan di Tegalwaru? Kaget bukan kepalang. Kalau seperti itu untuk apa kami mengisi alamat lengkap domisili? Hal tersebut membuat kami harus mengurus perpindahan tempat kos dan mencari akomodasi baru. Itu tentu bukan masalah bagi mahasiswa yang memiliki kendaraan pribadi, tetapi bagaimana jika tidak? Bukan kami ingin dibelikan kendaraan pribadi, tentu saja tidak, bukan itu poinnya.

Saat Surat Keputusan (SK) MBKM Mandiri FKIP 2024 nomor 2561/UN64.3/DL/2024 diterbitkan, sudah banyak protes dari mahasiswa yang keberatan akan penempatan MBKM yang jauh dari domisili, terlebih untuk anak organisasi yang harus bolak-balik kampus untuk urusan keorganisasiannya, padahal pihak kampus sendiri menganjurkan untuk aktif berorganisasi sebagai pemenuhan Satuan Kredit Prestasi (SKP). Namun, pihak Sivitas Akademika FKIP menolak segala bentuk perubahan penempatan dengan dalih terbatasnya jumlah mitra sehingga mahasiswa yang nekat pindah lokasi penempatan akan otomatis didiskualifikasi dari program.

Selain itu, mahasiswa peserta FKIP Mengajar angkatan pertama mengeluhkan adanya ketidaksesuaian jam pelaksanaan kegiatan di sekolah dengan jam kegiatan yang telah disepakati. Di mana seharusnya mahasiswa hanya melaksanakan kegiatan di sekolah selama 35-40 jam perminggu, tetapi realitanya beberapa peserta justru malah mendapatkan jam mengajar lebih dari 40 jam perminggu. Hal ini menandakan pihak Sivitas Akademika perlu menegaskan kembali kebijakan yang dibuat kepada pihak Mitra agar semua pihak lebih berkomitmen terhadap program yang sedang dijalankan.

Hal-hal di atas hanya segelintir dari banyaknya keluhan yang dirasakan oleh mahasiswa program MBKM Mandiri FKIP. Sudah saatnya dilakukan peninjauan ulang program, mematangkan pelaksanaan program, dan mencari solusi bersama demi keberlanjutan program. Bukan malah mengorbankan mahasiswa dan menyuruh mahasiswa untuk “memaklumi dan bersabar”, yang mana sebenarnya hal tersebut merupakan bukti ketidakmampuan pihak Sivitas Akademika untuk mengelola program yang digagasnya sendiri.

Pihak sivitas akademika boleh menganggap ini sebagai kritik, evaluasi, curhatan tidak penting, atau ocehan semut yang masuk kuping kanan keluar kuping kiri. Penulis sadar di balik banyaknya kekurangan dari program ini, pihak ivitas akademika sudah melakukan yang terbaik untuk memaksimalkan pelaksanaan program agar mahasiswa dapat merasakan dampak positifnya secara langsung. Namun, penulis juga berharap agar pihak sivitas akademika dapat lebih terbuka terhadap aspirasi mahasiswa dan dengan lapang dada bersedia untuk membenahi kebijakan.


Penulis: Marilyn
Desainer: AR

LPM Channel

Podcast NOL SKS