Menilik Kembali Kasus KS di Kedutaan Besar, LBH APIK Jakarta Bersuara dalam Konferensi Pers

Redaksi
Berita
26 Jan 2025
Thumbnail Artikel Menilik Kembali Kasus KS di Kedutaan Besar, LBH APIK Jakarta Bersuara dalam Konferensi Pers
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (APIK) Jakarta menggelar konferensi pers dengan mengangkat gagasan “Mendorong Kepolisian untuk Membuka Kembali Proses Penyelidikan Kasus Kekerasan Seksual di Kedutaan Besar,” bertempat di Gedung LBH APIK Jakarta Timur, Rabu (22/1/2025). 

Acara konferensi pers dilaksanakan secara daring dan luring dengan mengundang beberapa ahli untuk meninjau kembali kasus kekerasan seksual yang terjadi di salah satu Kantor Kedutaan Besar. Ahli tersebut, seperti Beniharmoni Harefa selaku Ahli Pidana yang secara umum membahas mengenai pembuktian dalam kasus kekerasan seksual. Selain itu, turut mengundang Asnifriyanti Damanik selaku Ahli Hukum dan Gender yang membahas mengenai analisis gender dalam kasus kekerasan seksual. Tidak hanya itu, Christina Dumaria Sirumapea yang merupakan Ahli Psikologi Klinis juga juga hadir untuk memberikan penjelasan mengenai dampak terhadap korban kekerasan seksual.

Berdasarkan press release yang dirilis oleh LBH APIK dalam konferensi pers, terungkap bahwa sepanjang tahun 2022 hingga 2024, mereka menerima sebanyak 961 laporan kasus kekerasan seksual. Hal tersebut, menunjukkan tingginya angka pengaduan yang membutuhkan perhatian serius. Dari 961 kasus tersebut, hanya 103 kasus yang dapat diproses di Kepolisian. Proses penyelesaian kasus-kasus tersebut pun membutuhkan waktu yang cukup lama untuk dapat dilanjutkan ke tingkat Kejaksaan dan Pengadilan. Kondisi ini menunjukkan adanya tren penanganan berlarut (undue delay) dalam kasus-kasus kekerasan seksual.

Suasana saat konferensi pers berlangsung, Rabu (22/1/2025).
 
Konferensi pers ini dilaksanakan sebagai respons terhadap kasus kekerasan seksual yang dialami oleh salah satu korban dampingan LBH APIK. Peristiwa ini, terjadi di lingkungan Kantor Kedutaan Besar yang berlokasi di Indonesia. Ketika menjalani program magang di Kantor Kedutaan tersebut, korban mengalami pelecehan seksual fisik oleh terduga terlapor selaku atasan kerjanya pada 2019. Korban akhirnya melakukan pelaporan ke Polda Metro Jaya dengan menggunakan pasal 294 ayat (2) KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) tentang pencabulan pada Agustus 2021. Namun, pada November 2023 Polda Metro Jaya mengirimkan Surat Pemberitahuan Penghentian Penyidikan (SP2 Lidik) dengan alasan tidak ditemukannya peristiwa pidana. 

LBH APIK merasa kasus ini diberhentikan dengan menunjukan tidak adanya keberpihakan kepada korban sehingga LBH APIK dan korban mendorong untuk melakukan gelar perkara khusus dan melakukan upaya lain berupa koordinasi bersama Kementerian Luar Negeri dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA). Gelar perkara khusus kemudian dilakukan di Polda Metro Jaya pada 14 Januari 2025. Namun, LBH APIK menilai proses penyelidikan yang dilakukan tidak berlangsung dengan optimal.

 
Pers Rilis LBH APIK Jakarta, Rabu (22/1/2025).
 
Berdasarkan hal tersebut, LBH APIK dan korban memberikan tuntutan kepada Polda Metro Jaya dengan tuntutan sebagai berikut;
  1. 1. Polda Metro Jaya mencabut surat penghentian penyelidikan terhadap kasus ini;
  2. 2. Polda Metro Jaya untuk menerbitkan surat keputusan baru untuk melanjutkan proses penyelidikan terhadap terlapor mengenai dugaan tindak pidana pelecehan seksual dan/atau pencabulan di tempat kerja;
  3. 3. Polda Metro Jaya untuk melaksanakan rekomendasi terkait olah Tempat Kejadian Perkara (TKP) yang disampaikan oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dan Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia tertanggal 11 Oktober 2023 khususnya mengenai keperluan permohonan pemotretan ruangan yang menjadi tempat kejadian di Kantor Kedutaan Besar untuk replika olah TKP (Terlampir di Surat Penyampaian Hasil Pertemuan Pembahasan Kasus angka 4) dan Polda Metro Jaya harus melakukan koordinasi dengan Divisi Hubungan Internasional Mabes Polri untuk bersurat ke Kementerian Luar Negeri (Terlampir di Surat Penyampaian Hasil Pertemuan Pembahasan Kasus angka 4);
  4. 4. Polda Metro Jaya melakukan pembuktian hukum acara berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual;
  5. 5. Institusi yang merupakan tempat kerja korban dan juga bagian dari Kedutaan Besar harus mendukung korban dan memberikan sanksi maksimal kepada pelaku;
  6. 6. Komnas Perempuan sebagai lembaga negara untuk melakukan pemantauan terhadap kasus ini pasca dilakukannya Dengar Keterangan Umum (DKU) yang disampaikan LBH APIK Jakarta pada 20 November 2023 serta mendorong kepolisian untuk mengadakan pembuktian dan pemeriksaan yang berpihak kepada korban sehingga tidak menimbulkan viktimisasi sekunder;
  7. 7. Kepolisian Republik Indonesia (RI) untuk mengesahkan Rancangan Peraturan Kepala Kepolisian RI tentang Penanganan Perkara Perempuan Berhadapan dengan Hukum

Sementara itu, salah satu tim LBH APIK mengungkapkan bahwa pihak Polda belum memberikan respons atau tindak lanjut yang sesuai dengan tuntutan.

“Sampai sekarang dari Polda belum ada respon apapun mungkin karena beritanya juga belum naik ke permukaan,” ujar salah satu tim LBH APIK yang tak ingin disebutkan namanya saat diwawancarai via WhatsApp, Jum’at (24/1/2025). 

Maka dari itu, pihak LBH APIK mengundang beberapa media untuk turut mempublikasikan terkait hal tersebut.

“Kemarin kami mengundang beberapa media baik itu media mainstream, media alternatif maupun lembaga pers mahasiswa,” tambahnya.

Salah satu tim LBH APIK pun turut menyampaikan harapannya supaya permasalahan ini bisa mendapat atensi dari masyarakat luas.

“Kami berharap setelah adanya konpers kemarin publik jadi tahu isu ini lewat berita yang diproduksi media,” ujarnya yang diwawancarai via WhatsApp, Jumat (24/1/2025). 

(AMD, KMG)

LPM Channel

Podcast NOL SKS