Lilin di Tengah Kegelapan

Redaksi
Cerpen
24 Sep 2025
Thumbnail Artikel Lilin di Tengah Kegelapan
Di sebuah ruangan yang sepi, terletak-lah sebuah Lilin Kecil. Lilin itu berdiri dengan tenang di atas meja kayu, di kelilingi oleh kegelapan yang pekat. Sebagai lilin yang sudah lama menghuni ruangan itu, ia tahu bahwa tugasnya adalah memberikan cahaya. Namun, Lilin Kecil itu selalu merasa ragu akan kemampuannya.

“Apa gunanya aku?” gumam Lilin Kecil, memandangi dirinya sendiri. “Aku hanya sebuah lilin kecil, sementara kegelapan ini begitu luas dan menakutkan.”

Lilin Kecil sering merasa pesimis. Ia yakin bahwa cahaya yang bisa dihasilkannya tak lebih dari sekadar titik kecil di tengah malam yang gelap. Kerap kali ia melihat bayangan hitam di sekitarnya, dan setiap kali ia merasa bahwa nyalanya tidak cukup kuat untuk mengusir bayang-bayang itu.

Suatu hari, sebuah angin lembut bertiup dari jendela yang sedikit terbuka, membuat nyala Lilin Kecil itu berkedip-kedip, seolah ingin padam. Lilin Kecil merasa takut. “Mungkin memang sudah waktunya aku menyerah,” pikirnya, merasa sia-sia melawan kekuatan gelap yang lebih besar darinya.

Namun, saat itu juga, sebuah suara lembut menyapa dari sudut ruangan. Itu adalah suara dari sebuah Kursi Tua, yang selama ini menjadi tempat duduk seseorang yang biasa membaca buku di malam hari.

“Jangan pernah meremehkan cahaya yang kau miliki, Lilin Kecil,” kata Kursi Tua dengan bijaksana. “Meski hanya setitik cahaya, kau bisa menjadi penuntun bagi mereka yang tersesat dalam kegelapan.”

Lilin Kecil terdiam, merenungi kata-kata bijak itu. Ia tidak pernah berpikir bahwa keberadaannya bisa berarti bagi orang lain. Sambil memikirkan hal itu, ia mencoba untuk tetap menyala, meski angin terus berhembus lembut.

Di saat yang sama, seberkas cahaya dari Lilin Kecil mulai menyentuh sudut-sudut ruangan, menyingkap buku-buku yang tergeletak di meja. Ruangan yang tadinya terasa dingin dan sepi kini mulai terasa hangat, ditemani oleh sinar lembut dari Lilin yang berusaha tetap bertahan.

Melihat cahaya yang dihasilkan, Lilin Kecil mulai menyadari bahwa meskipun dirinya tidak bisa menerangi seluruh ruangan sekaligus, ia bisa memberikan cukup cahaya untuk membuat ruangan itu terlihat lebih bersahabat.

“Tidak perlu mengusir seluruh kegelapan, Lilin Kecil. Cukup lakukan apa yang bisa kau lakukan, dan biarkan orang-orang menikmati cahaya yang kau berikan,” kata Kursi Tua, seolah memahami pergulatan batin sang Lilin.

Dengan pemahaman baru, Lilin Kecil menemukan keberanian yang selama ini tersembunyi dalam dirinya. Ia memutuskan untuk terus menyala, tak peduli betapa kuat angin berusaha memadamkannya. 

Malam semakin larut, dan Lilin Kecil tetap menyala dengan gagah, menolak untuk padam meskipun angin semakin kencang. Kehadirannya memberikan kehangatan dan kenyamanan bagi ruangan yang selama ini diselimuti kegelapan.

Beberapa hari kemudian, datanglah seorang pria ke dalam ruangan itu. Ia terlihat lelah dan mencari tempat untuk beristirahat. Melihat ruangan yang diterangi oleh Lilin Kecil, pria itu duduk di kursi tua sambil membuka buku yang telah lama tertutup debu.

“Ah, cahaya ini begitu menenangkan,” kata pria itu sambil tersenyum, memandangi Lilin yang terus menyala dengan tekad kuat.

Mendengar kata-kata itu, Lilin Kecil merasa bahagia. Ia menyadari bahwa cahaya kecilnya telah memberikan pengaruh yang besar. Di tengah kegelapan, ia berhasil memberikan sedikit kenyamanan dan kehangatan bagi seseorang.

Sejak hari itu, Lilin Kecil tidak lagi meragukan kemampuannya. Meskipun nyalanya tidak cukup untuk menerangi seluruh dunia, ia tahu bahwa ia bisa memberikan arti di tengah kegelapan yang ada. Dan bagi Lilin Kecil, itu sudah lebih dari cukup. 

Dengan semangat baru, Lilin Kecil terus menyala, menyebarkan cahayanya yang lembut, menjadi penerang di saat-saat yang paling kelam. Ia belajar untuk percaya pada kemampuannya sendiri, dan menjadi lilin yang menerangi hati-hati yang kehilangan harapan.

Penulis: SNL
Desainer: ZFS

LPM Channel

Podcast NOL SKS