Krisis Lingkungan: Refleksi Kondisi Bumi dan Peran Mahasiswa dalam Menjaga Lingkungan

Redaksi
Artikel
22 Apr 2025
Thumbnail Artikel Krisis Lingkungan: Refleksi Kondisi Bumi dan Peran Mahasiswa dalam Menjaga Lingkungan
Setiap tanggal 22 April, masyarakat dunia memperingati Hari Bumi sebagai momen untuk merenung dan mengevaluasi sejauh mana kepedulian kita terhadap lingkungan. Hari Bumi bukan sekadar seremoni tahunan, melainkan sebuah panggilan untuk kembali mengingat bahwa kita hidup berdampingan dengan alam yang terus berubah. Tahun 2025 menjadi titik refleksi yang sangat penting, karena berbagai krisis lingkungan semakin nyata terasa bukan hanya di belahan dunia lain, tapi juga di sekitar kita sendiri.

Permasalahan lingkungan saat ini tidak lagi bersifat teoritis atau sekadar wacana di ruang kelas. Dampaknya bisa kita lihat dan rasakan langsung dalam kehidupan sehari-hari: cuaca ekstrem semakin tidak menentu, kualitas udara memburuk, sampah yang menumpuk di sungai dan jalanan, hingga degradasi lahan yang menyebabkan bencana alam seperti banjir dan longsor. Laporan Risiko Global 2025 yang dirilis oleh World Economic Forum bahkan menempatkan krisis lingkungan sebagai salah satu ancaman terbesar yang dapat mengguncang stabilitas dunia dalam lima hingga sepuluh tahun ke depan. Dengan kondisi yang kian kompleks ini, menjaga lingkungan bukan lagi pilihan, melainkan keharusan.

Di Indonesia, situasinya juga tak kalah serius. Organisasi lingkungan seperti Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) mencatat bahwa proyek-proyek besar seperti food estate telah menyebabkan alih fungsi lahan gambut secara masif, terutama di Kalimantan Tengah. Hal ini berkontribusi pada peningkatan risiko bencana lahan-lahan yang seharusnya berfungsi sebagai penyeimbang alam kini berubah fungsi demi kepentingan ekonomi jangka pendek. Akibatnya, kita menghadapi risiko ekologis yang lebih tinggi, termasuk kebakaran hutan, krisis air bersih, hingga hilangnya keanekaragaman hayati.

Meskipun Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi kondisi netral ENSO (El Niño–Southern Oscillation) dan IOD (Indian Ocean Dipole) pada tahun 2025, bukan berarti kita bisa mengendurkan kewaspadaan. Perubahan iklim tetap menjadi isu serius yang membutuhkan aksi kolektif dari berbagai pihak, termasuk kita sebagai mahasiswa.

Lalu, di mana posisi mahasiswa?

Sebagai bagian dari kelompok terdidik dan memiliki akses pada informasi serta jaringan sosial, mahasiswa punya potensi besar untuk menjadi agen perubahan. Tetapi, perubahan itu tidak selalu harus dimulai dari skala besar. Justru dari ruang-ruang kecil seperti kampus, kos, dan kehidupan sehari-hari, mahasiswa bisa berkontribusi nyata dalam menjaga lingkungan.

Berikut ini beberapa langkah konkret yang bisa dilakukan mahasiswa dalam kehidupan kampus maupun keseharian:

  1. 1. Mengarusutamakan Isu Lingkungan di Kegiatan Akademik dan Organisasi Kampus
Mahasiswa bisa mulai dengan menyisipkan isu-isu lingkungan dalam kegiatan kelas, seminar kampus, lomba karya tulis ilmiah, dan diskusi organisasi. Misalnya, mengangkat topik tentang energi bersih, pengelolaan limbah kampus, atau transportasi berkelanjutan dalam riset maupun forum ilmiah. Dengan begitu, isu lingkungan jadi bagian dari wacana yang relevan di kalangan mahasiswa.

  1. 2. Menerapkan Gaya Hidup Ramah Lingkungan
Perubahan kecil bisa dimulai dari kebiasaan sederhana, seperti membawa tumbler dan alat makan sendiri, memilah sampah di kos, hemat listrik dan air, atau menggunakan transportasi ramah lingkungan seperti bersepeda maupun jalan kaki ke kampus. Hal-hal ini mungkin terlihat sepele, tetapi kalau dilakukan bersama-sama, dampaknya akan terasa besar.

  1. 3. Mewujudkan Kampus Hijau dari Mahasiswa untuk Mahasiswa
Mahasiswa juga bisa mendorong terwujudnya ekosistem kampus yang lebih ramah lingkungan. Contohnya, membentuk bank sampah di fakultas, menginisiasi urban farming di halaman kampus, atau mengajak kampus berkomitmen dalam program zero waste. Dengan menjadikan kampus sebagai “laboratorium hidup” untuk praktik keberlanjutan, mahasiswa bisa memberi dampak jangka panjang bagi lingkungan dan komunitas akademik.

  1. 4. Memanfaatkan Teknologi sebagai Alat Edukasi dan Aksi
Generasi muda, khususnya mahasiswa, punya keunggulan dalam menguasai teknologi. Media sosial bisa dijadikan alat kampanye yang efektif untuk menyebarkan pesan-pesan peduli lingkungan. Selain itu, mahasiswa juga bisa mengembangkan proyek digital seperti aplikasi pelaporan sampah, sensor udara murah, atau platform edukasi lingkungan berbasis komunitas.

  1. 5. Menjadi Role Model di Lingkungan Sosial
Terkadang, aksi nyata tidak perlu dimulai dari massa yang besar. Ketika mahasiswa menjadi contoh dalam menjaga lingkungan dengan menunjukkan konsistensi dalam menjaga lingkungan, mahasiswa bisa menjadi contoh bagi teman-teman sekitar. Tidak perlu menunggu orang lain berubah terlebih dahulu, cukup mulai dari diri sendiri.

Hari Bumi 2025 bukan sekadar peringatan tahunan, tetapi panggilan moral bagi kita semua, terutama mahasiswa, untuk peduli dan bergerak. Menjaga lingkungan tidak harus selalu lewat aksi besar. Justru dari hal-hal kecil yang dilakukan secara konsisten dan bersama, dampak positif bisa terasa luas.

Mahasiswa punya banyak peran: sebagai penyampai ide, penggerak komunitas, pelaksana aksi, dan pencipta solusi. Jadi, ketika kita bicara soal menjaga bumi, itu bukan hanya tugas pemerintah atau aktivis lingkungan, namun juga menjadi tugas kita sebagai mahasiswa yang punya kapasitas untuk membawa perubahan.

Karena bumi tidak diwariskan dari nenek moyang kita, tetapi dipinjam dari anak cucu kita. Maka tugas kita adalah memastikan mereka masih bisa menikmati keindahannya.


Sumber Referensi:
Herlambang, D. (2024, November 4). Pandangan Iklim 2025, BMKG: Insyaallah Kondisi Iklim Indonesia Tidak Ada Anomali. Bmkg.go.id. https://www.bmkg.go.id/siaran-pers/pandangan-iklim-2025-bmkg-insyaallah-kondisi-iklim-indonesia-tidak-ada-anomali

Republish. (2025, Januari 23). Lingkungan hidup 2025: Menata ulang arah atau melanjutkan krisis? Republish.id. https://republish.id/2025/01/23/lingkungan-hidup-2025-menata-ulang-arah-atau-melanjutkan-krisis/

Santosa, E. (2025, Januari 18). Laporan Risiko Global 2025: Konflik, Lingkungan, dan Disinformasi Menjadi Ancaman Utama. Media Asuransi News. https://mediaasuransinews.co.id/ekonomi-bisnis/laporan-risiko-global-2025-konflik-lingkungan-dan-disinformasi-menjadi-ancaman-utama/


Penulis: Adios
Desainer: Nisrina Tiara Balqis


LPM Channel

Podcast NOL SKS