Kebebasan vs Ketakutan: Tantangan Membangun Keberanian dalam Menyuarakan Pendapat di Tengah Tekanan Sosial

Redaksi
Opini
31 Jul 2024
Thumbnail Artikel Kebebasan vs Ketakutan:  Tantangan Membangun Keberanian dalam Menyuarakan Pendapat di Tengah Tekanan Sosial
Kemajuan di berbagai bidang yang ditopang oleh digitalisasi, memaksa setiap negara di dunia untuk saling berinteraksi walaupun adanya perbedaan geografis. Salah satunya Indonesia yang merasakan kemudahan bersosialisasi dan berinteraksi dengan individu di berbagai belahan dunia. Kenyataannya, dampak yang diberikan oleh digitalisasi turut mengubah perihal yang dahulu dirasa tidak akan mungkin terselesaikan. Dengan kata lain, permasalahan tersebut terus membesar bagai bola salju yang bergulir. 

Suatu isu yang menjadi hak setiap orang untuk bertahan hidup, yaitu kebebasan berekspresi melalui pendapat. Mengutarakan pendapat sebelum mengenal sosial media, harus selalu dibayang-bayangi dengan perenggutan nyawa secara paksa. Berbagai kalangan di Indonesia dahulu telah menjadi korban hanya untuk mengutarakan isi pikiran mereka. Terutama bagi mereka yang seorang aktivis, jurnalis, atau siapa saja yang berani menentang arus utama kekuasaan. Mereka sering kali menghadapi intimidasi, penangkapan, bahkan kehilangan nyawa karena menyuarakan pendapatnya.

Namun, dengan hadirnya media sosial yang menjadi bagian dari digitalisasi telah mengubah lanskap kebebasan berpendapat lebih signifikan. Menurut laporan “Digital 2023: Indonesia” dalam sehari 7 jam 24 menit untuk bersosial media. Sifat yang dinamis dan fleksibel dari media sosial memungkinkan kecepatan dan ketepatan yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam bereaksi terhadap perubahan sosial, dan aksesibilitasnya yang luas telah membuatnya secara lebih demokratis daripada media tradisional, seperti koran, majalah, atau buku. 
Titik terang berpendapat yang diciptakan media sosial ternyata bukan solusi tanpa tantangan.

Satu tahun silam, tahun 2023 terjadi kasus cyberbullying yang dilakukan oleh seorang istri bripka Propam Polres Probolinggo. Luluk Nuril melakukan cyberbullying kepada siswa SMK yang tengah melakukan magang di sebuah toko. Luluk merasa bahwa ia disepelekan karena pemberitahuan sebuah pembatalan pembelian barang. Atas kejadian ini, dia yang merupakan seorang selebriti di sosial media mengunggah video kemarahannya disertai dengan komentar negatif, penghinaan, hingga ancaman kepada siswa itu. Menurut informasi dari KPAI, dampak terkait permasalahan ini adalah perubahan emosional dan psikologis yang signifikan. Korban juga sempat ingin berhenti magang karena malu kepada teman-temannya terkait kasus yang viral di sosial media itu.

Dengan kata lain, kebebasan berpendapat dan berekspresi di sosial media meskipun hak yang penting tetap harus di dasari atas kesadaran sesama individu. Kasus tersebut, menunjukan bahwa tidak adanya batasan dalam berpendapat dan etika yang jelas dengan cepat merubah sosial media menjadi alat untuk intimidasi, sekaligus penghinaan sehingga merugikan korban, baik secara emosional, psikologis, hingga sosial.

Edukasi diri sendiri terhadap kesadaran dan tanggung jawab dalam mengemukakan pendapat, sudah selayaknya mendapat dukungan dari berbagai pihak. Salah satunya peran pemerintah Indonesia yang memperkuat pencegahan melalui implementasi regulasi dengan ketat. Peraturan UU Nomor 19 Pasal 26 Tahun 2016 menyatakan “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi”. Bisa dikenai sanksi pidana berupa penjara paling lama 4 tahun atau denda sebesar Rp 750.000.000. Menjadi Peran pemerintah untuk andil dalam kehidupan masyarakat Indonesia yang damai. 
Sementara itu, jika dilihat dari sudut lain menimbulkan asumsi yang sama akan keterbatasan masyarakat dalam berpendapat. Masyarakat mungkin merasa takut untuk berkomentar, khawatir bahwa pandangan mereka bisa disalah artikan atau dijadikan alasan untuk tindakan hukum. Muncul berbagai pertanyaan, seperti apa peraturan kebebasan berpendapat dan berekspresi di Indonesia. Selanjutnya, apakah peraturan di Indonesia sudah dikatakan cukup sejalan dengan prinsip-prinsip perlindungan hak asasi manusia?

Penulis: NOL
Desainer: IDN

Referensi 
Harahap, M., & Firman, F. (2021). Penggunaan Social Media dan Perubahan Sosial Budaya Masyarakat. Edukatif: Jurnal Ilmu Pendidikan, 3(1), 135-143.

Slonje, R., Smith, PK, & Frisén, A. (2013). Hakikat perundungan siber, dan strategi pencegahannya. Komputer dalam perilaku manusia , 29 (1), 26-32.

Yulieta, F. T., Syafira, H. N. A., Alkautsar, M. H., Maharani, S., & Audrey, V. (2021). Pengaruh cyberbullying di media sosial terhadap kesehatan mental. De Cive: Jurnal Penelitian Pendidikan Pancasila Dan Kewarganegaraan, 1(8), 257-263.

LPM Channel

Podcast NOL SKS