Isu Lama Tak Kunjung Usai: Koordinasi Tuntutan Fasilitas Unsika Berujung Aksi Walk Out

Redaksi
Berita
03 Aug 2025
Thumbnail Artikel Isu Lama Tak Kunjung Usai: Koordinasi Tuntutan Fasilitas Unsika Berujung Aksi Walk Out
Sebuah niat baik untuk menyatukan aspirasi ribuan mahasiswa Universitas Singaperbangsa Karawang (Unsika) dalam satu tuntutan besar soal fasilitas kampus, justru berakhir dengan perpecahan. Aliansi yang coba dirajut oleh Badan Eksekutif Mahasiswa Unsika (BEM) kini retak, ditandai dengan aksi walk out oleh seluruh perwakilan BEM Fakultas dalam forum konsolidasi yang digelar baru-baru ini.

Di satu sisi, ada optimisme dan rencana strategis yang digaungkan oleh BEM Unsika. Di sisi lain, ada kekecewaan mendalam dan tudingan tajam soal kepemimpinan yang dianggap gagal dari para BEM Fakultas. Kini, perjuangan untuk mendapatkan fasilitas yang lebih baik bukan lagi hanya soal menekan rektorat, melainkan juga soal krisis kepercayaan di tubuh gerakan mahasiswa itu sendiri.

Dari perspektif BEM Unsika, forum konsolidasi yang mereka gelar adalah langkah krusial. Presiden Mahasiswa (Presma) Unsika, Hendra Nova Ramadhan, menjelaskan bahwa tujuan utamanya adalah menyatukan persepsi.

“Ketika kita bertemu ataupun menyampaikan tuntutan, itu harus satu persepsi dulu. Jangan sampai nanti ketika penyampaian aspirasi ke pihak rektorat, kita belum satu persepsi,” ujarnya saat diwawancarai langsung, Sabtu (19/7/2025).

Rencananya terdengar matang. BEM Universitas hendak merampungkan kajian dari semua fakultas dan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM), menyusun daftar tuntutan dan solusi, lalu meminta audiensi langsung dengan Rektor. Targetnya jelas, yaitu sebuah kesepakatan tertulis dengan tenggat waktu yang mengikat, serta pembentukan tim khusus untuk memonitor pengembangan fasilitas. Hendra menunjukkan keseriusan BEM Unsika untuk menembus pucuk pimpinan.

“Sasaran utama kita bukanlah pembantu rektor atau Warek-warek (Wakil Rektor), tapi Rektornya sendiri, yaitu pemegang kebijakan utama,” tegasnya.

Namun, optimisme itu tampaknya tidak dirasakan oleh semua pihak. Bagi sebagian besar BEM dan Badan Legislatif Mahasiswa (BLM) Fakultas, serta UKM, forum tersebut bukanlah sebuah langkah maju, melainkan pengulangan dari sebuah pola kegagalan.

Puncak dari kekecewaan itu meledak di tengah forum. Perwakilan dari BEM Fakultas Teknik, Jordan, menjadi salah satu yang pertama mengambil langkah untuk keluar dari ruangan, diikuti oleh perwakilan BEM dan BLM Fakultas lainnya. Baginya, forum tersebut adalah cerminan dari ketidakefektifan yang sudah berulang kali terjadi.

“Namun agaknya kita udah berkali-kali, kita berkali-kali melakukan rapat koordinasi yang sama sekali enggak bersubstansi. Jadi kita mengulang kurang lebih dua kali, bosen dong? Alhasil dari situlah langkah saya untuk walk out,” ungkap Jordan diwawancarai langsung, Kamis (24/7/2025). 

Kritik Jordan tidak berhenti di situ. Ia menyoroti tiga masalah fundamental yaitu metodologi, profesionalisme, dan kepemimpinan.

Pertama, soal metodologi. Jordan menuding kajian yang disajikan BEM Universitas tidak memiliki landasan yang kuat. Ia merasa bahwa pendekatan BEM Universitas yang hanya sebatas “bersajak dan bernarasi”.

“Kita di Fakultas Teknik selalu bergerak dengan angka, data, dan fakta. Kalo misalkan ketiga hal ini saja tidak bisa mereka selesaikan, kita juga kurang percaya,” katanya. 

Kedua, soal profesionalisme. Ia menyayangkan sikap Presma BEM-U yang sempat membawa masalah personal dengan fakultas lain ke dalam forum. 

“Saya nggak seneng kalo misalkan masih punya masalah di luar dari forum itu harus banget diomongin di dalam forum, jadi pembahasannya melebar ke mana-mana,” sesalnya.

Ketiga, dan mungkin yang paling keras, adalah kritik terhadap kepemimpinan Presma BEM-U. 

“Presma hari ini tuh, kita liat ajalah. Dia lebih banyak eksistensi dibandingkan mengadvokasi,” tutur Jordan.

Aksi walk out ini bukan sekadar bentuk protes sesaat. Ini adalah deklarasi bahwa BEM Fakultas bisa menempuh jalannya sendiri. Jordan dengan percaya diri menyatakan bahwa BEM di tingkat fakultas mampu dan bahkan seringkali lebih efektif dalam melakukan advokasi, tanpa harus melalui BEM Unsika yang dianggapnya birokratis.

“Jangan pernah berpikir bahwasannya Badan Eksekutif di tingkat Fakultas itu tidak bisa mengadvokasi sampai di tingkat rektorat. Bahkan, kita selalu nge-bypass kalo misalkan dari pihak BEM-U sendiri tidak bisa menyelesaikan. Karena kalau misalkan melalui BEM-U itu justru malah lebih rumit dan lama lagi birokrasinya,” jelasnya.

Di tengah itu, UKM menjadi saksi bisu yang ikut merasakan dampaknya. Salah satu perwakilan UKM yang hadir dalam forum tersebut, Jericho, mengungkapkan bahwa undangan kajian awalnya disambut positif. Namun, harapan itu segera pupus saat forum yang seharusnya menjadi rapat koordinasi justru berubah menjadi pengulangan pembahasan tanpa solusi konkret dan kekecewaannya memuncak ketika BEM Fakultas memutuskan untuk walk out.

“Pas di pertemuan kemarin, bukan rakor (rapat koordinasi), tapi mengkaji ulang kesepakatan poin tuntutan. Sampai akhirnya BEM Fakultas pada walk out kan, gegara mereka juga udah pada bosen bahasannya itu-itu aja dan nggak ada hasil yang signifikan,” ungkap Jericho saat diwawancarai via WhatsApp, Minggu (27/7/2025).

Ironisnya, forum yang diawali dengan semangat menyatukan aspirasi justru berakhir dengan para perwakilan UKM yang terdiam menyaksikan perdebatan sengit antara BEM Unsika dan BEM Fakultas.

Lebih dalam lagi, Jericho menyoroti birokrasi berbelit antara UKM dan BEM Fakultas yang dinaungi BEM dan BLM Unsika. 

Fun fact, Presma sempet bilang kalau UKM bukan urusan dia, dilempar ke BLM Unsika. Mana BLM Unsika-nya kayak gitu, pasif. Jadi bingung mau kasih gaji harapan lain selain fundamentalnya mereka dibenerin,” ujarnya.

Kritik ini mengungkapkan masalah yang lebih fundamental, yaitu ketidakjelasan peran dan tanggung jawab dalam struktur kemahasiswaan. UKM yang seharusnya menjadi bagian dari gerakan mahasiswa justru terabaikan dan tidak mendapat perhatian seharusnya. 

Jericho juga menyoroti masalah yang menurutnya menjadi akar dari semua persoalan, diantaranya kepentingan pribadi.

“Saran saya, hindari kepentingan pribadi kalau lagi menjabat. Karena yang saya lihat polanya gitu, BEM-U selalu punya ambisi yang berbeda di tiap tahunnya, jadi bukan yang berkelanjutan. Ini ngaruh banget ke bagaimana struktural mereka dalam menjalankan tugas,” tutur Jericho.

Aksi walk out ini bukan sekadar bentuk protes sesaat, melainkan deklarasi bahwa BEM Fakultas bisa menempuh jalannya sendiri. Sementara itu, Jericho memberikan saran perlunya perbaikan sistem koordinasi.

“BLM Unsika coba satuin aspirasi UKM dulu. Nanti pas udah ketemu BEM Fakultas, baru lahirlah dua sisi aspirasi, UKM dan BEM Fakultas. Karena aspirasi BEM Fakultas nggak semua related sama kita as UKM. Yang jadi pertanyaan, apakah aspirasi dari temen-temen UKM nggak kalah penting dengan BEM Fakultas?” tegasnya.

Perjuangan untuk fasilitas kampus yang lebih baik tidak sekadar tentang melawan rektorat, tetapi juga tentang memperbaiki kepercayaan yang retak dalam internal gerakan mahasiswa sendiri. Jika tidak ada perubahan mendasar, tuntutan mereka mungkin akan tetap menjadi “seremoni tahunan” tanpa hasil nyata. 

Satu hal yang pasti, fasilitas kampus yang menjadi isu awal perjuangan ini masih menunggu solusi konkret. Dan seluruh mahasiswa Unsika tetap berhak mendapatkan fasilitas yang layak untuk menunjang pendidikan mereka.


(INA, NYV)

LPM Channel

Podcast NOL SKS