Industrialisasi Cekik Ekosistem Laut
Redaksi
Esai
08 Jun 2024

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), laut adalah sekumpulan air asin (dalam jumlah yang banyak dan luas) yang menggenangi dan membagi daratan atas benua atau pulau. U.S. Geological Survey (USGS) menunjukkan sekitar 71% permukaan Bumi tertutup air dan 96,5% persediaan air di Bumi berada di lautan. Hal tersebut, menunjukkan bahwa laut mempunyai pengaruh yang begitu besar bagi kehidupan di Bumi. Ekosistem laut yang sehat tidak hanya bermanfaat bagi organisme di dalamnya, tetapi juga untuk manusia. Laut menyediakan tempat bagi organisme laut untuk mencari makan, berkembang biak, dan berlindung. Selain itu, laut juga menjadi tempat penghasil sumber makanan, mata pencaharian, dan pengendali iklim bagi manusia. Namun, industrialisasi yang tak terkendali dapat menghasilkan dampak merugikan bagi ekosistem laut.
Industrialisasi memang menghadirkan banyak dampak positif bagi manusia, terutama dalam sektor ekonomi. Misalnya, penciptaan lapangan kerja, efektivitas hasil produksi, hingga peningkatan pendapatan nasional. Namun, limbah industri yang dibuang langsung ke laut tanpa proses pengolahan dapat menjadi penyebab utama pencemaran air laut yang dapat membahayakan ekosistem laut. Industrialisasi dapat menjadi penyebab utama rusaknya ekosistem lautan karena limbah industri mayoritas mengandung limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3). Sesuai namanya, jenis limbah ini mengandung bahan beracun dan berbahaya sehingga dapat merusak ekosistem laut dan organisme di dalamnya, baik secara langsung maupun tidak langsung. Contoh limbah industri yang mengandung limbah B3 adalah pestisida, sianida, cat, pewarna, logam berat, dan bahan kimia berbahaya lainnya.
Industrialisasi pada awalnya bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas dalam produksi melalui pengembangan teknologi dan inovasi agar dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara. Namun, limbah industri sering kali menyisakan berbagai jenis polusi bagi lautan, seperti polusi kimia dan plastik. Limbah indusstri rentan mengandung bahan kimia berbahaya, seperti logam berat, pestisida, merkuri, dan senyawa beracun lainnya sehingga dapat merusak kualitas air laut dan meracuni organisme-organisme laut. Selain itu, limbah plastik yang dihasilkan industri memerlukan waktu yang sangat lama untuk terurai. Limbah plastik yang tidak terurai dengan sempurna akan tetap menetap di bumi, bahkan dalam beberapa kasus dapat tertelan oleh organisme laut sehingga mengganggu kesehatan dan merusak rantai makanan.
Salah satu industri yang berkaitan erat dengan laut adalah industri perikanan. Industri perikanan sering kali menggunakan alat-alat atau teknologi tertentu untuk memaksimalkan penangkapan ikan di laut. Namun, penangkapan ikan secara berlebihan yang dilakukan oleh industri perikanan sering kali merusak populasi ikan dan keseimbangan ekosistem laut. Salah satu contohnya dengan penggunaan pukat harimau. Pukat harimau adalah salah satu alat bantu penangkapan ikan yang dilarang penggunaannya. Penggunaan pukat harimau dilarang karena pukat harimau dapat menjaring apapun yang dilewatinya, termasuk ikan-ikan kecil. Selain itu, pukat harimau juga dapat merusak terumbu karang saat ditarik menggunakan kapal oleh nelayan.
Dampak negatif industrialisasi terhadap ekosistem laut juga sering kali terjadi Indonesia. Pada tahun 2021, kebocoran minyak terjadi di perairan utara Karawang, Jawa Barat. Penyebab kebocoran minyak tersebut, terjadi karena pipa minyak milik Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java (PHE ONWJ) mengalami korosi. Akibat dari kejadian tersebut, minyak tumpah ke laut, bahkan mendarat di pesisir pantai Karawang. Ironisnya, kebocoran ini bukan pertama kali terjadi. Dua tahun sebelumnya, yakni pada tahun 2019, kasus serupa juga pernah terjadi. Kebocoran tersebut berawal dari semburan gas dan minyak di sekitar anjungan lepas pantai YYA-1 area Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java (PHE ONWJ). Akibatnya, kebocoran tersebut mencemari laut dan pesisir Karawang hingga kawasan Muara Gembong, Bekasi, Jawa Barat. Kebocoran ini menyebabkan matinya ikan dan udang di daerah tersebut. Selain itu, tumpahan minyak dan gas juga berdampak pada kesehatan dan perekonomian masyarakat sekitar. Nelayan sekitar tidak bisa menangkap ikan untuk sementara waktu serta dihimbau untuk tidak mengkonsumsi ikan di sekitaran laut karena khawatir ikan-ikan tersebut telah tercemar. Pencemaran ini juga berpotensi menurunkan populasi alga dan protozoa akibat adanya racun slick atau lapuran minyak yang berada di permukaan laut, menghambat pertumbuhan plankton, dan merusak estetika pantai akibat bau yang ditimbulkan dari material minyak.
Dengan kata lain, menjaga ekosistem laut sangat penting bagi keseimbangan lingkungan. Lautan mempunyai ribuan spesies hewan dan tumbuhan, seperti ikan, mamalia laut, dan tumbuhan laut lainnya. Ribuan spesies ini memiliki perannya masing-masing dalam menjaga keseimbangan lingkungan. Selain itu, ekosistem laut yang rusak akan berdampak negatif pada ekonomi jangka panjang. Kerusakan ekosistem laut dapat menyebabkan menurunnya populasi spesies laut sehingga dapat mengurangi produktivitas sumber daya alam dan bahan baku industri. Akibatnya, keberlangsungan industri dapat terganggu, bahkan dapat berdampak negatif pada pendapatan masyarakat. Selain itu, kerusakan ekosistem laut dapat membahayakan kelangsungan bisnis pariwisata. Kerusakan ekosistem laut dapat menyebabkan wilayah laut menjadi kurang menarik bagi wisatawan sehingga dapat berdampak negatif pada pendapatan masyarakat sekitar.
Pemerintah harus dapat menerapkan regulasi yang lebih ketat dan efektif untuk mengawasi industri guna mencegah kerusakan lingkungan dan keseimbangan ekosistem. Regulasi ini dapat mencakup pengawasan emisi, penggunaan bahan kimia berbahaya, dan perlindungan sumber daya alam. Hal ini dapat dilakukan dengan melakukan inspeksi rutin dan penggunaan teknologi pengawasan jarak jauh untuk memastikan mereka mematuhi regulasi lingkungan. Selain itu, pemerintah juga harus dapat memberikan sanksi yang tegas untuk industri-industri yang melanggar aturan. Sanksi dapat berupa penutupan sementara atau permanen untuk pelanggaran serius.
Perusahaan industri pun harus berkontribusi dalam pelestarian ekosistem laut dengan memastikan limbah pascaproduksi mereka tidak akan mencemari ekosistem laut. Kegiatan yang dapat dilakukan untuk mengatasi hal tersebut, yaitu dengan melakukan praktik pengelolaan limbah yang baik, seperti pengolahan limbah yang berbahaya, daur ulang limbah, dan penggunaan bahan kimia ramah lingkungan. Selain itu, kesadaran publik tentang isu ini perlu ditingkatkan agar mendorong masyarakat untuk berpartisipasi dalam upaya pelestarian. Hal tersebut, dapat dilakukan dengan edukasi, penyuluhan, kampanye, dan pemanfaatan media sosial. Hanya dengan kerja sama dan komitmen dari semua pihak, termasuk individu, komunitas, pemerintah, dan industri, diharapkan dapat melindungi ekosistem laut yang berharga untuk generasi mendatang.
REFERENSI
Kompas.com. (2024). Berapa Banyak Air di Atmosfer Bumi?
Diakses pada 02 Mei 2024, dari
Kompasiana. ( 2020). Pentingnya Menjaga Ekosistem Laut.
Diakses pada 02 Mei 2024, dari
Kumparan. (2023). Tujuan Industrialisasi Beserta Contohnya.
Diakses pada 02 Mei 2024, dari
detikEdu. (2023). Pukat Harimau dan Bahayanya Bagi Ekosistem Laut.
Diakses pada 02 Mei 2024, dari
LautSehat.id. (2022). Pencemaran Laut Indonesia: Dampak dan Cara Menanggulangi.
Diakses pada 02 Mei 2024, dari
Kiara.or.id. (2019). Penderitaan Nelayan Karawang Akibat Kebocoran Minyak Pertamina Kelalaian Pertamina Sebabkan Penderitaan dan Dampak Buruk Kesehatan.
Diakses pada 02 Mei 2024, dari
Nama Penulis: YPD
Desainer: LYL
Desainer: LYL