Hilangnya Safe Zone, Tanda Bahaya bagi Demokrasi

Redaksi
Opini
05 Sep 2025
Thumbnail Artikel Hilangnya Safe Zone, Tanda Bahaya bagi Demokrasi
Dalam tradisi akademik, kampus dipandang sebagai ruang netral yang dilindungi dari intervensi kekuasaan. Bahkan dalam hukum internasional, dikenal konsep “safe zone” atau wilayah perlindungan sipil seperti rumah sakit, sekolah, kampus, hingga tempat ibadah yang tidak boleh disentuh tindakan represif.

Namun insiden tembakan gas air mata yang menembus area Universitas Pasundan (Unpas) II Tamansari dan Universitas Islam Bandung (Unisba), Senin (1/9/2025) malam hingga Selasa (2/9/2025) dini hari membalik keyakinan itu. 

Sejumlah rekaman video dan CCTV yang beredar memperlihatkan aparat bersenjata menembakkan gas air mata ke arah dalam kampus. Salah satu rekaman CCTV Unisba menunjukkan penyergapan aparat dengan gas air mata yang langsung mengenai area parkir dan posko medis. Tiga satpam kampus terkena efek gas air mata dan beberapa korban lain yang belum terkonfirmasi jumlahnya, serta selongsong gas air mata pun ditemukan di dalam area kampus.

Di sisi lain, narasi berbeda disampaikan aparat. Kabid Humas Polda Jabar, Kombes Hendra Rochmawan, menyebut massa yang berada di area dekat kampus saat itu sedang bergerombol. Ia menuturkan, massa juga menutup jalan dan membakar ban. Bahkan, menurutnya, ada pelemparan molotov ke arah aparat sehingga polisi terpaksa membubarkan mereka dengan gas air mata.

Hendra mengklaim gas air mata ditembakkan dari jalan raya, bukan ke dalam kampus. Namun, ia mengakui gas tersebut kemudian tertiup angin hingga masuk ke area kampus.

Narasi aparat itu kembali berseberangan dengan pernyataan kampus. Rektor Unisba, Harits Nu'man menjelaskan bahwa aparat memang menembakkan gas air mata ketika melakukan penyisiran massa yang melarikan diri ke dalam Unisba. Posko medis memang sudah ditutup sebelum kericuhan, tetapi massa yang dipukul mundur akhirnya masuk dengan memaksa membuka gerbang. Ia memperkirakan sekitar 90 orang masuk ke area kampus, sebagian diantaranya mahasiswa Unisba. Harits menegaskan polisi tidak masuk ke dalam, melainkan menembakkan gas dari depan gerbang yang tembus ke lingkungan kampus.

Berbeda dengan pihak aparat dan rektorat, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Unisba mengeluarkan pernyataan keras. Dalam konferensi pers yang diunggah di media sosial, BEM Unisba menyatakan presidis atas kejadian tersebut mengecam brutalitas aparat yang hingga memasuki area kampus. Masuknya gas air mata hingga ke posko medis sebagai bukti bahwa ruang akademik tidak lagi dihormati sebagai zona aman.

Narasi ini kian menguat setelah pernyataan terbaru Rektor Unisba, Harits Nu’man. Sebelumnya menyebut tidak ada penembakan gas air mata ke dalam kampus, sehari setelahnya, ia akhirnya mengoreksi sikap tersebut dan meminta maaf kepada mahasiswa. Harits menegaskan penembakan gas air mata ke dalam area kampus adalah tindakan yang jelas dilarang hukum, serta mengutuk keras tindakan represif aparat di lingkungan Unisba. Ia juga mengatakan terima kasih kepada mahasiswa yang terus berjuang menyuarakan aspirasi masyarakat, sembari meminta kepolisian menjaga kampus agar tetap bersih dan terbebas dari stigmatisasi sebagai basis anarko.

Pertentangan narasi inilah yang menimbulkan ketidakpercayaan publik. Bukti visual, kesaksian lapangan, dan pernyataan resmi saling bertabrakan.

Padahal, dasar hukumnya jelas. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi Pasal 8 ayat (1) menegaskan perguruan tinggi memiliki otonomi untuk mengelola dirinya sebagai pusat penyelenggaraan tridharma. Otonomi itu seharusnya melindungi kampus dari tindakan represif aparat. Lebih jauh, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Pasal 30 menegaskan hak setiap orang atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan. Tindakan menembakkan gas air mata ke dalam kampus jelas bertentangan dengan kedua regulasi tersebut.

Lebih ironis lagi, fenomena ini ternyata meluas. Masjid yang seharusnya sakral dilaporkan tidak steril dari tindakan represif. Rekaman lain bahkan menunjukkan ambulans, simbol netralitas kemanusiaan, ikut mendapat perlakuan serupa. Artinya, bukan hanya kampus yang kehilangan status sebagai safe zone, melainkan juga ruang-ruang publik lain yang seharusnya dilindungi.

Pertanyaannya kini lebih mengerikan: jika kampus, masjid, dan ambulans saja tidak lagi aman, di mana rakyat bisa berlindung? Jika ruang-ruang sipil yang paling dilindungi saja diterabas begitu mudah, maka yang runtuh bukan hanya pagar kampus, melainkan juga fondasi demokrasi dan rasa kemanusiaan kita.

Sumber Referensi:

Alhamidi, R. (2025, September 2). Polisi Bantah Tembakkan Gas Air Mata ke Area Unisba dan Unpas. detikJabar. https://www.detik.com/jabar/berita/d-8091895/polisi-bantah-tembakkan-gas-air-mata-ke-area-unisba-dan-unpas

Kumparan News. (2025, September 2). Presiden BEM Unisba: Aparat TNI-Polri Serang Kampus Secara Membabi Buta. Kumparan. https://kumparan.com/kumparannews/presiden-bem-unisba-aparat-tni-polri-serang-kampus-secara-membabi-buta-25m5lWftFN3/full

Lukihardianti, A. (2025, September 2). Mahasiswa Unisba Kecam Penembakan Gas Air Mata ke Kampus: Seharusnya Steril. Republika. https://rejabar.republika.co.id/berita/t1y6yg512/mahasiswa-unisba-kecam-penembakan-gas-air-mata-ke-kampus-seharusnya-steril

Putra, N. P. (2025, September 2). Polisi Bantah Tembakkan Gas Air Mata ke Kampus Unisba. Liputan 6. https://www.liputan6.com/news/read/6148560/polisi-bantah-tembakkan-gas-air-mata-ke-kampus-unisba

Siswadi, A. (2025, September 2). Rektor Unisba Klaim Tak Ada Polisi yang Masuk Kampus. Tempo. https://www.tempo.co/politik/rektor-unisba-klaim-tak-ada-polisi-yang-masuk-kampus-2065795


Penulis: Adios
Desainer: GHI

LPM Channel

Podcast NOL SKS