Hari Hak untuk Tahu Sedunia: Bentuk Pembebasan Pembungkaman Informasi Publik di Zaman Orba
Redaksi
Opini
28 Sep 2024

Hari Hak untuk Tahu Sedunia atau The International Right to Know Day (RKTD) diperingati lebih dari 60 negara demokrasi di dunia. RTKD pertama kali dideklarasikan di Sofia, Bulgaria, pada 28 September 2002. Namun, di Indonesia sendiri hari tersebut mulai diperingati sejak 2011.
Peringatan RKTD mengingatkan kita pada “September Hitam” di zaman Orde Baru (Orba), di mana pemerintah Indonesia membatasi segala informasi yang diproduksi dan disebarkan sehingga banyak terjadi pemberontakan dan demonstrasi di mana-mana. Tidak hanya itu, hampir seluruh kalangan masyarakat juga menuntut pemerintah untuk lebih transparan dalam menyampaikan informasi publik dan melibatkan warga dalam pengambilan kebijakan, perencanaan, dan pembangunan.
Di Indonesia, sejarah keterbukaan informasi publik dimulai dari pada masa reformasi politik 1998. Pada masa itu, pemerintah Indonesia bersikap lebih demokratis. Dengan kata lain, suara kritis masyarakat Indonesia tidak dibungkam secara terus-menerus. Badan publik yang dimaksud di sini, yaitu lembaga pemerintah, seperti legislatif, yudikatif, dan eksekutif. Selain itu, Badan Publik juga mencakup lembaga nonpemerintah. Misalnya, Lembaga Penyelenggaraan Negara, organisasi nonpemerintah yang mendapatkan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan sumbangan masyarakat dan/atau luar negeri, partai politik, serta Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).
Berbicara mengenai informasi publik, informasi ini sedikit berbeda dengan informasi pada umumnya. Informasi publik ini berkaitan dengan penyelenggaraan negara. Di Indonesia keterbukaan informasi publik tertuang dalam UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Keterbukaan informasi publik ini dapat memperkuat akuntabilitas pemerintah. Dengan akses yang terbuka, masyarakat dapat mengawasi secara langsung bagaimana pengambilan keputusan, pengalokasian anggaran atau dana, serta bagaimana jalannya sebuah kebijakan. Hal ini dapat meminimalisir adanya korupsi, memperbaiki pelayanan publik, dan meningkatkan efisiensi dalam penyelenggaraan negara.
Sebaliknya, informasi publik yang tertutup justru akan menimbulkan kecurigaan atau ketidakpercayaan masyarakat dan berpeluang besar adanya penyalahgunaan wewenang oleh pihak berkuasa. Hal tersebut jelas merugikan masyarakat karena mereka kurang mendapatkan informasi terkait kebijakan pemerintah, yang pada akhirnya kehidupan mereka menjadi terdampak.
Namun, tidak semua informasi dapat diakses secara luas. Ada pula beberapa informasi yang dikecualikan. Misalnya, informasi yang bisa mengganggu ketertiban umum atau berkaitan dengan keamanan negara dan rahasia pribadi. Oleh karena itu, regulasi yang mengatur keterbukaan informasi disampaikan dalam UU Keterbukaan Informasi Publik.
Pada akhirnya, RKTD menjadi momentum bagi masyarakat, khususnya di Indonesia untuk terus berpartisipasi aktif pada penyelenggaraan negara karena keterbukaan informasi publik bukan hanya hak yang harus diperjuangkan, tetapi juga menjadi sebuah alat penting dalam memperkuat demokrasi. Dengan kata lain, tidak serba dibatasi, seperti pada zaman Orba.
Penulis: PRI
Desainer: IDN
Desainer: IDN
Referensi:
KOMPAS.com. (2020). Hari Hak untuk Tahu, Bagaimana Sejarah dan Penerapan di Indonesia?. Diakses pada 21 September 2024 dari https://www.kompas.com/tren/read/2020/09/28/195500865/hari-hak-untuk-tahu-bagaimana-sejarah-dan-penerapan-di-indonesia-
rri.co.id. (2024). Sejarah dan Tujuan Hari Hak untuk Tahu Sedunia. Diakses pada 21 September 2024 dari https://www.rri.co.id/bali/daerah/984094/sejarah-dan-tujuan-hari-hak-untuk-tahu-sedunia#:~:text=Peringatan%20ini%20diharapkan%20agar%20warga,pelaksanaan%20hak%2Dhak%20asasi%20lainnya.