Eksploitasi Tinggi, Karawang belum Ramah Anak
Redaksi
Artikel
22 Aug 2023

Karawang – Agus (12 tahun) bersama adiknya (Alif), langsung turun ke jalan ketika lampu merah menyala. Keduanya sigap menghampiri para pengendara kendaraan yang sedang berhenti. Mereka menjajakan tisu ke pengguna jalan. Harga tisu yang dijual oleh Agus dan adiknya berkisar Rp5.000 per bungkus. Tisu itu dibawa menggunakan kantong kresek. Aktivitas ini sudah dilakoni Agus dan adiknya sejak satu bulan lalu di sepanjang jalan rel kereta tuparev, Karawang.
Praktik mempekerjakan anak di bawah usia ini, marak terjadi di Karawang. Seringkali mereka dieksploitasi orang tuanya untuk membantu perekonomian keluarga. Selain jadi pengemis, banyak juga anak di bawah umur yang dipaksa menjadi pengamen dan pedagang asongan.
Tim Redaksi Ilmu Komunikasi Unsika mencoba mengkonfirmasi keadaan Agus dan adiknya sebagai pedagang asongan dan terkadang menjadi pengemis kepada ayahnya. Ayah Agus, Jajat, mengatakan keinginan bekerja justru berasal dari anaknya.
Di sisi lain ayah Agus bekerja sebagai perongsok barang bekas untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Untuk tempat berteduh di malam hari, mereka sering kali berpindah-pindah tempat untuk menghindari razia Satpol PP. Hal itu tidak menyurutkan tekad mereka terutama Agus dan adiknya untuk tetap berjualan menawarkan dagangannya.
"Agus sudah lulus kak tapi adik saya masih sekolah kelas 3 di Nagasari. Ini kita jualan tisu ke pengguna jalan yang berenti di lampu merah, harganya Rp5.000an aja kak lumayan buat nambah-nambah biaya buat lanjut sekolah. Kita jualan ga jauh-jauh ko cuman sekitaran sini aja." ucap Agus Senin, (22/05/2023).
Maraknya eksploitasi anak yang terjadi di Karawang menjadi perhatian Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Karawang. Berdasarkan data yang didapat, KPAI mengklasifikasikan eksploitasi anak dalam 3 bentuk, yaitu eksploitasi di bidang ekonomi, sosial, dan seksual.
Kasus eksploitasi yang paling sering dijumpai di Karawang adalah eksploitasi anak di bidang ekonomi. Dimana anak-anak yang seharusnya belajar dan bermain malah harus disibukkan dengan mencari uang dengan bekerja di pinggir jalan. Banyak dari mereka menjadi pengemis, pengamen ataupun pedagang asongan.
"Kita juga gak bisa menyalahkan dari beberapa sisi baik pemerintah ataupun orang tua karena banyak hak-hak anak yang dilanggar yang seharusnya anak bermain dan mendapat pendidikan akhirnya anak malah berdagang atau hal lain yang membuat haknya terampas,” kata Erik, Wakil Ketua KPAI Karawang kepada Tim Redaksi Selasa, (16/05/2023).
Erik menilai persoalan eksploitasi anak, biasanya disebabkan masalah perekonomian di Karawang dan terkait aturan dari pemikiran orang tua yang tidak mengetahui hak anak itu seperti apa. “Dan juga tidak mengetahui dampak dari eksploitasi anak itu sendiri,” katanya.
Erik mengingatkan tentang pentingnya peran masyarakat dan pemerintah sadar terhadap dampak dari eksploitasi anak. Menurutnya, praktik tersebut bisa ditekan dengan melakukan sosialisasi kepada masyarakat secara menyeluruh dan juga meningkatkan kepedulian terhadap hak-hak anak.
"Intinya kan terlihat di Karawang ini gak bisa di sebut kota ramah anak, karena banyak kasus-kasus yang terjadi kepada anak-anak baik itu yang ekonominya di bawah ataupun di atas itu gak bisa menjadi tolak ukur. Akhirnya ada sebagian anak di Karawang yang menjadi korban,” katanya.
Menurut Erik, pemerintah seharusnya turun langsung melakukan sosialisasi sampai ke tingkat bawah. “Ini loh dampak yang terjadi kepada anak jika mendapatkan eksploitasi, sampai ditarik ke titik masalahnya kebanyakan dari faktor ekonomi dan kedewasaan SDM (Sumber Daya Manusia) yang kurang mendapat pendidikan sehingga mereka pergi ke jalanan," jelasnya.
Penulis: Razbi Rahmatullah, Yoga Muhammad, Syifa Zahra, dan Nur Afifah