Dana IDK Cuma Gitu-gitu Aja? Kenapa Ormawa Masih Minta Lagi dari Mahasiswa Aktif?
Redaksi
Opini
27 Aug 2025

Sebagai mahasiswa, kita pasti sudah sangat familiar dengan yang namanya Uang Kuliah Tunggal (UKT), menjadi bagian dari beban finansial yang harus kita tanggung setiap periode. Sebagian dari uang tersebut, disalurkan kepada organisasi kemahasiswaan kita, yang dikenal dengan nama Ormawa (Organisasi Mahasiswa). Di dalam Ormawa ini terdapat berbagai macam Himpunan Mahasiswa (Hima), yang menjadi wadah bagi kita untuk mengembangkan diri dan menjalankan berbagai Program Kerja (Proker). Nah, dana yang diberikan oleh kampus melalui Iuran Dana Kemahasiswaan (IDK) ini cukup besar di kisaran 30 jutaan (khususnya Hima) dan digunakan untuk menjalankan proker selama satu tahun penuh. Begitu kata kampus. Tapi ada yang aneh nih. Kenapa, ya, ada beberapa Hima di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) masih merasa perlu meminta iuran tambahan dari mahasiswa aktif?
Mari kita lihat lebih dekat. Setiap mahasiswa aktif di Hima ini diminta untuk menyumbang uang iuran tambahan yang berkisar antara 15.000 hingga 20.000 rupiah per periode, dengan alasan mendukung jalannya proker mereka. Namun, tunggu dulu, Apakah mahasiswa aktif yang sudah membayar UKT yang dimana alokasinya untuk IDK masih perlu dipungut biaya tambahan untuk mendukung kegiatan Ormawa? Kenapa dana yang seharusnya cukup besar itu masih dianggap tidak cukup padahal mengikuti proker-proker mereka pun masih dikenakan biaya lagi? In this economy, iuran-iuran seperti itu cukup menjadi beban, bukan?
Tentu saja, kita tidak bisa menafikan kenyataan bahwa dana IDK mungkin tidak cukup untuk menutupi semua kegiatan yang direncanakan. Tapi, jika itu benar, masih banyak cara yang bisa dilakukan untuk mencari sumber dana lain, misalnya dengan mengandalkan dana dari danusan (dana usaha), atau menjalin kolaborasi atau mencari sponsorship dari pihak luar. Banyak Ormawa di luar sana yang sukses menyelenggarakan kegiatan tanpa membebani anggotanya bahkan mahasiswa aktifnya dengan biaya tambahan (pungutan per periode tadi), hanya dengan memanfaatkan peluang sponsorship atau kolaborasi yang lebih kreatif. Jangan lupakan juga, bahwa pengelolaan keuangan yang tepat dan efisien seharusnya menghindarkan Ormawa dari meminta uang tambahan yang justru membingungkan mahasiswa.
Saya rasa, masalah yang sebenarnya ada bukan pada kurangnya dana, tetapi lebih pada bagaimana pengelolaan keuangan dan manajemen di tingkat himpunan yang kurang efisien. Tentu, saya yakin bahwa tidak ada unsur korupsi di dalam pengelolaan dana Ormawa, namun yang dipertanyakan adalah seberapa baik dana yang ada digunakan dan dipertanggungjawabkan. Contohnya, di banyak proker atau acara-acara yang diselenggarakan oleh Hima tersebut, kita masih sering diminta membayar tiket masuk (HTM), yang seharusnya sudah dapat dicakup oleh dana IDK dan juga pungutan mahasiswa aktif tadi yang diberikan. Ini menunjukkan adanya masalah dalam perencanaan dan pengelolaan dana yang bisa lebih efektif.
Selain itu, penting untuk diingat bahwa Ormawa tidak hanya terdiri dari Hima, yang ada di tingkat Program Studi (Prodi), tetapi juga meliputi Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM), Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), dan Badan Legislatif Mahasiswa (BLM) baik di tingkat universitas maupun fakultas. Oleh karena itu, pengelolaan dana yang lebih transparan dan efisien harus diterapkan di seluruh Ormawa, bukan hanya di Hima saja. Ormawa sebagai keseluruhan harus mampu mengelola sumber daya yang ada dengan bijaksana, termasuk dana yang diterima dari kampus. Termasuk dengan memungkinkan mereka untuk mengefisiensikan proker yang dirasa sudah tidak relevan dan memilahnya agar masih masuk pada budget dana yang dipegang Ormawa.
Apakah hal serupa juga terjadi di prodi atau fakultas lain? Apakah mahasiswa aktif dari prodi lain juga dipunguti biaya tambahan per periode yang dipatok nominalnya karena uang IDK yang sudah diberikan dan HTM yang ditetapkan ternyata masih tidak cukup untuk menutupi seluruh biaya kegiatan Himpunan, BEM, atau Ormawanya? Apakah ini hal yang memang lumrah terjadi di organisasi kemahasiswaan, ataukah ada masalah yang perlu dibenahi dalam pengelolaan dana di seluruh Ormawa di Unsika?
Tentu saja, ini bukan hanya masalah uang semata. Ini adalah soal bagaimana Ormawa seharusnya bisa mengelola dana yang ada dengan bijak dan transparan. Jika dana IDK sudah cukup besar dan acara masih dikenakan HTM, maka tidak ada alasan untuk terus meminta uang tambahan dari mahasiswa aktif. Mahasiswa yang sudah membayar UKT seharusnya merasa bahwa kegiatan yang diselenggarakan oleh Ormawa bisa dinikmati tanpa beban tambahan. Kan ikut kegiatannya pun masih dikenakan HTM? Namun di balik itu, patut kita apresiasi bahwa pengurus dari Ormawa merupakan orang-orang hebat yang menjalankan organisasinya dengan baik. Tapi tidak menutup kemungkinan bahwa masih banyak hal yang perlu dibenahi.
Kedepannya, sudah saatnya bagi Hima atau Orawa lainnya yang meminta iuran-iuran tambahan dari mahasiswa aktif untuk lebih bijak dalam mengelola dana yang telah diberikan oleh kampus. Jika dana IDK sudah cukup besar, maka seharusnya mahasiswa tidak lagi dibebani dengan biaya tambahan yang membingungkan. Mahasiswa berhak untuk mengetahui dengan jelas ke mana dana mereka digunakan, agar tidak ada kebingungan mengenai penggunaan dana. Transparansi adalah kunci agar Ormawa bisa berjalan dengan baik dan mendapat kepercayaan dari mahasiswa.
Salam hangat dari mahasiswa aktif yang bingung dan peduli.
Penulis: Kucing Kampus
Desainer: JN dan ZFS
Desainer: JN dan ZFS