Cerita Pojok Kampus: Pemberlakuan Jam Malam dan Kisah Kacung yang Ku Sebut Presiden Mahasiswa

Redaksi
Opini
18 Jun 2024
Thumbnail Artikel Cerita Pojok Kampus: Pemberlakuan Jam Malam dan Kisah Kacung yang Ku Sebut Presiden Mahasiswa
Belakangan Kampus Maroon kembali mengeluarkan kabar yang cukup membuat muak bagi beberapa mahasiswanya, kabar itu adalah surat edaran dengan nomor surat 2577/UN64/SE/2024, yang berisikan beberapa informasi terkait penggunaan sarana dan prasarana di dalam kampus. Inti dari surat tersebut adalah pemberlakuan jam malam bagi mahasiswa di dalam kampus, yaitu mahasiswa dilarang untuk berkegiatan di dalam kampus lebih dari jam 21.00 WIB. Kabar tersebut mungkin hanya menjadi angin lewat bagi mahasiswa yang terbiasa menghabiskan waktunya untuk kuliah dan pulang, namun bagi beberapa mahasiswa yang aktif dalam Organisasi Mahasiswa (Ormawa) kabar tersebut menjadi kabar buruk yang dapat menghambat kegiatannya. 

Hingga saat ini, saya belum mengetahui apa alasan dari pemberlakuan jam malam tersebut. Meskipun di dalam surat edaran tersebut telah dicantumkan beberapa peraturan yang terkait, saya belum cukup memahami apa keilmiahan pemberlakuan jam malam di dalam kampus. Bukankah kampus seharusnya dapat menjadi tempat yang nyaman bagi mahasiswanya untuk menuntut ilmu? Apakah pemberlakuan jam malam dalam kampus tidak berarti penyekatan atas kebebasan berkumpul dan berserikat?

Sudah sewajarnya jika kampus seharusnya menjadi mimbar yang demokratis dan ilmiah, namun dengan dikeluarkannya surat edaran tersebut justru malah mencoreng kedemokratisan dan keilmiahan yang seharusnya menjadi budaya bagi seluruh manusia. 

Jika saja jam malam di kampus benar-benar dijalankan, bagaimana dengan mahasiswa yang memiliki kegiatan seperti latihan, rapat, dan kegiatan lainnya yang dilakukan di malam hari? Apakah kampus sudah dapat memfasilitasi kegiatan-kegiatan dari mahasiswanya? Ramainya mahasiswa di dalam kampus ketika malam hari justru menunjukan jika kampus belum bisa memfasilitasi kegiatan mahasiswanya di jam aktif kuliah. Saya rasa pihak rektorat belum dapat melihat hingga ke sana, dengan dikeluarkannya surat edaran itu berarti juga menunjukan jika tidak ada sosialisasi yang dilakukan dengan baik dan demokratis kepada mahasiswa terkait surat edaran ini.

Saya merasa dikeluarkannya peraturan tersebut tidak sama sekali demokratis. Berdasarkan Gogon (Gossip Underground) yang saya dapatkan, pihak rektorat tidaklah membuka ruang yang dialektis kepada para mahasiswa. Mengapa? Kembali berdasarkan Gogon yang saya dapatkan, rektorat memanglah mengajak beberapa ketua Ormawa untuk berkumpul dan berbincang mengenai surat edaran ini. Namun, hal tersebut tidaklah berarti sama sekali. Para ketua Ormawa kumpul atau tidak pun, peraturan tersebut akan tetap atau bahkan sudah disahkan tanpa adanya negosiasi dan pertimbangan lebih lanjut. Hal itu dikarenakan sebelum dilakukannya pertemuan para ketua Ormawa dengan pihak rektorat, surat edaran sudah ditandatangani oleh Wakil Rektor (Warek) III.

Lalu, yang menarik lagi adalah, kemana peran Presiden Mahasiswa (Presma) dalam hal ini? Lagi dan lagi berdasarkan Gogon yang saya dapatkan, Presma tidaklah menjadi penengah yang baik antara ketua ormawa dan pihak rektorat dalam pertemuan yang berlangsung. Entah pikiran apa yang saat ini menjangkit benaknya, sampai-sampai keberpihakannya sudah berpindah ke rektorat. Saya rasa dia lebih pantas menerima jabatan ‘Kacung Rektorat’ ketimbang ‘Presiden Mahasiswa’. 

Seharusnya pihak rektorat dapat menimbang suatu hal dengan cara yang ilmiah, tidak dapat dipungkiri jika banyak ilmu yang didapatkan di luar ruang kelas melalui diskusi di sekretariat Ormawa masing-masing dan diskusi tersebut biasanya muncul di saat malam hari. Sebagai mahasiswa yang merdeka bukankah kita seharusnya dibebaskan untuk menuntut ilmu di mana saja dan dari siapa saja? Sebagai mahasiswa yang membayar UKT (Uang Kuliah Tunggal) bukankah seharusnya pihak rektorat sebagai fasilitator bisa memfasilitasi kita sebagai mahasiswa yang membayarkan UKT nya tiap bulan?

Seharusnya pihak rektorat dapat mensosialisasikan peraturan ini dengan lebih baik dan demokratis, sebagai fasilitator pihak rektorat juga seharusnya dapat memfasilitasi dan menampung aspirasi dari para mahasiswanya. Untuk Presma… Yah, saya sudah tidak berharap banyak dengan sosoknya, tetaplah menjadi kacung yang tertib ya Pres.

Tulisan ini memang mengandung tendensi. Namun, tendensi yang terdapat pada tulisan ini hanyalah bentuk penyadaran kepada siapapun yang masih mau menjadi Kacung Rektorat; Presiden Mahasiswa, bahwa sebenarnya mahasiswa lah yang seharusnya menguasai kampus, bahwa seharusnya kita bisa menuntut pihak rektorat untuk membuat suatu kebijakan yang lebih demokratis dan bijak.

  • Penulis: Hussein
 Desainer: TATA

LPM Channel

Podcast NOL SKS