Universitas Singaperbangsa Karawang (Unsika) yang terletak di Kota Karawang, salah satu pusat industri terbesar di Indonesia tentunya berpeluang besar dalam menjalin kerja sama dengan berbagai perusahaan. Namun, pada kenyataannya, hingga kini kerja sama Unsika dengan perusahaan di kawasan tersebut masih terbatas. Melalui Bursa Kerja Khusus (BKK), selama 2 tahun terakhir ini hanya ada 30 perusahaan yang merespons permintaan kerja sama, meski pihak kampus telah menyurati 115 perusahaan untuk membuka kolaborasi.
Sekretaris BKK Unsika, Ardawi Sumarno, menjelaskan minimnya kerja sama Unsika dengan perusahaan dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah satunya persoalan citra kampus. Berbagai isu negatif yang viral di media sosial disebut berkontribusi pada menurunnya kepercayaan industri terhadap Unsika.
“Salah satunya trust issue karena sering munculnya pemberitaan negatif. Prestasi mahasiswa kurang terekspos sehingga citra positif kampus tidak terlihat,” jelas Ardawi saat diwawancarai secara langsung, Kamis (13/11/2025).
Ardawi menambahkan, kurangnya alumni Unsika yang menduduki posisi strategis seperti Human Resource Development (HRD) juga menjadi alasan mengapa lulusan Unsika kurang terserap dan kerja sama sulit berkembang. Banyak HRD di kawasan industri berasal dari universitas besar sehingga lebih memilih lulusan almamater mereka.
Secara struktural, proses kerja sama Unsika berada di bawah bidang kerja sama yang dipimpin oleh Wakil Rektor bidang Kerjasama, Kemahasiswaan, dan Alumni. Adapun BKK berperan melakukan penelusuran industri serta penyuratan kepada perusahaan, sementara tindak lanjutnya dikelola oleh Wakil Rektor bidang Kerjasama, Kemahasiswaan, dan Alumni. Melihat hal tersebut, saat ini Unsika telah melakukan beberapa upaya untuk memperluas kemitraan tetapi respons perusahaan masih belum signifikan.
“Bentuk kita untuk melakukan peluncuran industri itu udah maksimal. Bersurat. Kita undang para HRD itu untuk datang ke kampus dengan FGD, Focus Group Discussion segala macam. Itu udah dilakukan tapi kan tadi trust issue. Jadi itu yang menurut saya harus jadi PR (Pekerjaan Rumah) buat kita bersama,” ucap Ardawi.
Selain persoalan citra, Ardawi turut menyinggung penggunaan istilah yang dinilainya dapat merendahkan nama baik kampus. Ia menolak keras sebutan “Unsikuy” karena dapat dianggap tidak mencerminkan penghormatan terhadap identitas universitas.
“Saya itu paling gak suka kalau ada orang yang ngomong “Unsikuy” gitu, Unsika itu harus bermartabat, namanya harus bener, Universitas Singaperbangsa Karawang, Singaperbangsa itu adalah bupati yang terhormat, kan begitu judulnya, jangan sembarangan, nama Singaperbangsa itu bupati pertama di Kabupaten Karawang,” pungkasnya.
Menanggapi berbagai permasalahan tersebut, Ardawi menekankan perlunya kerja sama seluruh elemen kampus untuk memperbaiki citra Unsika. Ia menilai bahwa memperbanyak publikasi prestasi, memperkuat jaringan alumni dan meningkatkan kualitas lulusan merupakan langkah penting untuk memulihkan kepercayaan pihak industri terhadap universitas.
“Jadi, lulusan Unsika itu harus berkualitas. Makanya itu juga pentingnya ikatan alumni, supaya kita itu ke atas nyambung, jangan sampai terputus, jadi lulusan kita itu benar-benar ada wadahnya ikatan alumni. Nah ini yang saya butuhkan, tracer study yang kayak begitu, itu salah satunya yang bisa keterserapannya itu tinggi,” jelas Ardawi.
Ardawi berharap seluruh elemen kampus dapat berkolaborasi untuk meningkatkan citra Unsika, terutama melalui publikasi prestasi dan penguatan kualitas lulusan.
“Harapan saya ke depan harus kita bergandengan tangan bersama-sama, termasuk mahasiswa, dosen segala macem, tolong kita itu sama-sama membuat branding Unsika itu ya harus berkualitas. Jadi, jangan sampai kita sering banget munculin Unsika itu yang negatifnya. Jadi justru yang dimunculin itu yang harus benar-benar positifnya supaya ada trust, ada kepercayaan,” tutupnya.
(JOY, UAA)
Desainer: LYL