Banyak Puan Karawang Jadi Korban Perdagangan Orang
Redaksi
Artikel
16 Sep 2023
Karawang – Yongki Hamidun kaget bukan kepalang ketika mengetahui istrinya, Dede Asiah, hendak berangkat ke luar negeri menjadi Tenaga Kerja Wanita (TKW). Yongki mendapat informasi kepergian istrinya itu, tiga hari sebelum jadwal penerbangan.
Berdasarkan pengakuan Yongki, tadinya Dia ingin membatalkan keberangkatan istrinya. “Kalau mau dibatalkan, perlu ada ganti rugi untuk pengurusan administrasi sebesar 3,5 juta,” kata Yongki dengan nada lirih kepada Tim Redaksi Ilmu Komunikasi FISIP Unsika, (05/05/2023).
Menurut Yongki, sebelum berencana menjadi TKW, Yongki dan Dede memang sempat cekcok. Karena perbedaan pendapat tersebut semakin memanas, maka Dede memutuskan untuk pulang ke rumah orang tuanya.
Yongki dan Dede pun sempat putus komunikasi. Tak lama mendengar kabar istrinya, tiba-tiba Yongki mendapat informasi kalau Dede didaftarkan orangtuanya menjadi TKW. “Orang tuanya malah bawa istri saya ke sponsor,” ujarnya.
Urutan Perjalanan Dede Asiah
Dede pun berangkat dari Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang ke Bandara Istanbul, Turki, seperti yang ada di tiketnya. Saat tiba di bandara tujuan, Dede ditampung oleh pihak agen untuk dipekerjakan di Turki.
Ketika di tempat penampungan, Dede sempat mendengar petugas di kantor agen tersebut berbincang. Dari percakapan mereka, Dede mengetahui, kalau dirinya akan dibawa ke Damaskus, Suriah.
Awalnya Dede tidak mengetahui sama sekali lokasi Damaskus. Pasalnya selama di Turki, Dede tidak diperbolehkan menggunakan internet. Sebelum dilarang, Dede sempat mengabari Yongki, kalau dirinya akan dibawa ke Damaskus.
Dede pun terbang ke Suriah bersama agen pekerja dari Turki. Sebelum tiba di Suriah, mereka transit melalui Lebanon. Di sinilah Dede sadar, bahwa dirinya akan dibawa ke Suriah. Semua dokumen termasuk paspor dan tiket ditahan oleh pihak agen di Lebanon.
Ternyata bukannya Dede menjadi TKW, melainkan dijual oleh agen tadi ke Suriah seharga Rp180 juta. Di Suriah, Dede menjadi budak. Padahal sebelum berangkat ke luar negeri, Dede diiming-imingi gaji sebesar USD 600 per bulan.
Selama bekerja di Suriah, Dede tak pernah mendapat gaji. Ketika Dede memintanya ke majikan dan agennya, perempuan kelahiran 20 Mei 1986 itu malah mendapatkan respon dan perlakuan yang tidak menyenangkan.
Bukti Dede Asiah Mendapat Perlakuan Tidak Baik Sumber: Dokumentasi dari Suami (Yongki Hamidun)
Lengan kanan Dede sempat dihantam pihak agen. Majikannya juga pernah mendorong Dede hingga terjatuh.
Menurut Yongki, majikan Dede juga pelit. Makanan sehari-hari yang diberikan ke Dede hanya mie instan. ”Indomie hanya diberikan 20 bungkus untuk satu bulan yang kondisinya di satu rumah ada tiga asisten rumah tangga yang artinya 20 bungkus untuk makan tiga orang selama satu bulan,” ujarnya.
Di Suriah, Dede juga tidak pernah diberi makan nasi. Karena di negara jajahan Perancis itu, nasi hanya untuk majikan. Harga beras di sana tergolong mahal. Satu-satunya kesempatan Dede untuk makan nasi, ketika majikannya mengadakan pesta. Itu pun nasi sisaan.
Menurut Yongki, beban kerja istrinya cukup tinggi. Dede harus bekerja dari pukul 6 pagi sampai pukul 2 pagi. Yongki merasa prihatin dan terpukul ketika menerima foto-foto istrinya yang terlihat seperti kurang tidur. Di sisi lain, Yongki gerah karena nasib istrinya di negeri orang, tidak sesuai dengan penempatan kerja di awal.
Melihat kondisi istri menjadi budak, Yongki melaporkan kasus itu ke Polsek Jatisari dan Disnakertrans Karawang. Yongki juga sempat datang ke Kementerian Luar Negeri, meminta pemerintah memulangkan istrinya kembali ke tanah air.
Menurut informasi yang didapatkan bahwa kepulangan Dede Asiah harus tertunda karena pihak agensi meminta uang tebusan sebanyak USD 5000 atau jika dirupiahkan kurang lebih Rp75 juta.
Serupa tapi tak sama, nasib buruk juga dialami oleh Siti Halimah yang kerap kali dipanggil Munirah. Wanita yang berasal dari Kelurahan Palumbonsari, Karawang Timur, Kabupaten Karawang itu mengalami penyiksaan dan disekap oleh majikan.
Kasus tersebut bermula dari adanya laporan yang berasal dari Yanto, adik dari Siti Halimah. Berdasarkan laporan hasil konfirmasi, Yanto mengajukan laporan pada 6 Desember 2021. Menurut pengakuan sang adik, Siti Halimah berangkat kerja ke Saudi Arabia tahun 2009 atau sekitar 12 tahun yang lalu.
Dalam laporan, disebutkan bahwa Siti Halimah mengalami penyiksaan dan disekap oleh majikannya di kamar mandi. Mirisnya, kondisi fisik TKW yang hilang 12 tahun itu sangat mengkhawatirkan. Ia hanya diberi makan tiga hari sekali terkadang diberi makanan basi.
Tim Redaksi Ilmu Komunikasi Unsika mengunjungi rumah Siti Halimah di Kp. Lamaran, Kecamatan Palumbonsari, Karawang pada (05/05/2023) untuk melihat kondisi rumah dan keluarganya. Alhasil, kondisinya memang tidak begitu baik.
Menurut informasi yang didapatkan dari Kantor Kelurahan Palumbonsari dan penelusuran langsung Tim Redaksi, anak dari Siti Halimah mengalami trauma yang mendalam hingga tidak mau bertemu orang asing sampai tidak mau sekolah.
“A Geri teh gak mau sekolah, karena gak ada ibunya jadi gimana gitu. Sampe udah tiga kali daftar sekolah cuman masuk diawal doang abis itu mah gak mau ngelanjutin lagi,” ucap Ibunda Siti Halimah atau nenek dari Geri, (05/05/2023).
Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Karawang, sebagai instansi yang berkaitan dalam perlindungan dan kesejahteraan pekerja migran, memberikan responnya terhadap kasus ini. Koordinator Bidang Penempatan Kerja Disnakertrans Karawang, Ijum Junaedi, menjelaskan bahwa mereka ikut membantu dalam menangani kasus PMI yang mengalami nasib buruk di luar negeri.
Sumber: Disnakertrans Karawang
"Bantuan yang dilakukan oleh kami hanya bisa melalui surat yang dilayangkan bahwa warga Karawang ini mengalami nasib buruk atau kesulitan di luar negeri. Kebetulan Dede Asiah ini sedang ditangani walaupun di sini berangkat secara unprosedural. Kami melakukan koordinasi dengan KEMLU dan Polres Kabupaten Karawang untuk membantu menangani kasus ini," ujar Ijum Junaedi, (19/05/2023).
Berbeda dengan Dede Asiah, Siti Halimah yang ditemukan di jalan itu tidak memiliki dokumen individu, sehingga harus diproses dari awal untuk mendapatkan dokumen perjalanan kepulangan.
Kondisi Siti Halimah Saat Ditemukan Di Jalan Sumber: Arsip Kelurahan Palumbonsari
Karena kondisi psikis yang kurang stabil, wanita yang hilang 12 tahun itu diserahkan ke Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) karena membutuhkan pemulihan ditambah tidak adanya dokumen perjalanan pribadi sehingga tidak mudah untuk dipulangkan.
Sampai saat ini, Dede Asiah berada di KBRI Damaskus, Suriah dan Siti Halimah berada di KBRI Riyadh, Saudi Arabia. Kedua TKW yang mengalami nasib buruk itu harus rela menunggu dipulangkan karena kasus yang dialaminya.
Untuk memastikan kasus ini yang berkaitan dengan administrasi seperti paspor dan visa, Tim Redaksi Ilmu Komunikasi Unsika mendatangi Kantor Imigrasi Karawang pada (16/05/2023). Kepala Subseksi Layanan dan Verifikasi Dokumen Perjalanan, Johnsen Marudut, mengatakan bahwa pihak imigrasi telah mendapatkan laporan mengenai kasus Dede Asiah.
Sumber:Wawancara dengan Imigrasi Karawang
“Sebenarnya untuk permasalahan administrasi luar negeri kami sudah tidak ada kaitannya, karena pengurusan paspor dan visa itu sudah dilakukan sesuai dengan prosedur dan kebijakan yang berlaku,” ujar Johnsen.
Alexa Foundation, anak perusahaan dari Dharmawan Group yang fokus pada kegiatan Corporate Social Responsibility (CSR) di Karawang, juga memberikan perhatiannya terhadap kasus ini. Ferry Dharmawan, CEO dari yayasan tersebut mengatakan, "kami siap memberikan dukungan dan bantuan kepada Dede Asiah, kami juga berkomitmen untuk melindungi dan membantu siapapun orang Karawang yang memiliki kesulitan apalagi Dede seorang PMI yang mengalami nasib buruk di luar negeri," ujarnya, pada (05/05/2023).
CEO Alexa Foundation juga mengajak siapapun yang ingin turut membantu kepulangan Dede Asiah dengan cara datang langsung ke Kantor Graha Darmawan Group, Jl. Saung Kebon, CKM, Desa Bengle, Kecamatan Majalaya, Kabupaten Karawang atau dapat menghubungi nomor 08118672488. Dengan kata lain, Alexa Foundation ini bergerak untuk melakukan open donasi.
Kasus yang tak kunjung mendapat pencerahan, keluhan-keluhan pun dilontarkan oleh Yongki sebagai suami dari TKW viral yang nangis minta pulang serta Alexa Foundation sebagai organisasi non-formal yang ikut serta dalam membantu (open donasi) pemulangan Dede Asiah kepada Disnakertrans.
Menurut Yongki, Disnakertrans lamban dalam membantu kepulangan istrinya. Suami Dede Asiah itu melihat bahwa proses dalam rapat mingguan mengenai pemulangan Dede Asiah tidak menemukan titik terang.
Bahkan Yongki berniat untuk mengunggah kasus istrinya lagi ke media sosial apabila rapat mingguan masih tidak memperlihatkan adanya proses yang berjalan untuk memulangkan Dede Asiah.
Menurut Alexa Foundation, mereka sempat diberitahu dan diminta untuk berhenti melakukan open donasi oleh Disnakertrans. Pihak Alexa percaya bahwa Disnakertrans sedang melakukan pekerjaannya dan mungkin ada beberapa update baru dalam proses pemulangan, tetapi mengingat jangka waktu yang sudah dilalui nampaknya sudah terlalu lama.
Ferry Dharmawan selaku CEO Alexa Foundation juga ingin mengingatkan Bupati Karawang melalui tagar-tagar di Instagram. “Mungkin memang sekarang prosesnya sedang berjalan, cuman masyarakat kan tidak tahu karena pihak Disnakertrans juga tidak transparan mengenai kasus Dede Asiah,” ujar Ferry.
CEO Alexa Foundation juga mengharapkan bahwa Disnakertrans bisa memberikan informasi terbuka mengenai kasus dan proses pemulangan Dede Asiah. Karena masyarakat terutama pihak keluarga pasti menunggu kabar dan proses yang sudah dan yang akan dilakukan.
Bahkan Ferry mengungkapkan, bahwa mereka berusaha untuk tidak menyindir pemerintah. “Dikarenakan sekarang adalah urusan kemanusiaan yang bersifat emergency,” katanya.
Penulis: Uce Sahidin, Rafi Akbar Suryana, dan Malik Hafidz Alfarisi.