Aparat Penegak (Hukum) Pelaku Represifitas Massa Aksi
Redaksi
Opini
08 Apr 2025

Indonesia merupakan negara yang menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia (HAM), kini tulisan itu menjadi fiksi berisi ironi bertolak belakang dengan kenyataan yang ada. Hak asasi manusia memang benar dijunjung tinggi di Indonesia, secara fundamental tertuang di sila ke-2 Pancasila yakni “Kemanusiaan yang adil dan beradab” dan secara konstitusional tertuang dalam Pasal 28A sampai Pasal 28J Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Namun, apa esensi semua itu jika dalam kenyataannya pelanggaran HAM masih sering terjadi. Salah satu contohnya adalah pelanggaran HAM yang sering dilakukan oleh aparat penegak hukum dalam menegakkan ‘keadilan’ itu sendiri. Ironis sekali memang, HAM terasa seperti mimpi di siang bolong bagi masyarakat di negeri tertindas ini.
“To protect and serve” tugas dari aparat penegak hukum—polisi, katanya. Namun, kenyataanya polisi lah yang sering melanggar slogan tugas tersebut. Salah satunya adalah represifitas yang sering terjadi ketika aksi unjuk rasa dilangsungkan. Seperti yang baru-baru ini terjadi contohnya, aksi yang menolak pemberlakuan Rancangan Undang-Undang (RUU) No. 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) di Malang, dilansir dari Tempo.co, lebih dari 20 massa aksi mengalami luka ringan akibat dari tindakan eksesif polisi pada Minggu, 23 Maret 2025. Pada contoh lain, aksi yang sama juga terjadi di Karawang, dilansir dari Kumparan News, ambulans berisi massa aksi yang sesak akibat gas air mata dicegat oleh polisi dan mengubah arah tujuan ambulans yang semula ke rumah sakit menjadi ke Markas Kepolisian Resor (Mapolres) Karawang. Tindakan-tindakan yang tidak perlu dilakukan apalagi oleh seorang aparat penegak hukum yang katanya untuk melindungi dan melayani masyarakat. Kiranya dengan bukti-bukti tadi, bahkan banyak bukti lainnya, slogan tersebut eksis hanya sebagai bualan belaka.
Represifitas anggota kepolisian ini juga bukan cerita baru, dalam sejarah panjang demokrasi di Indonesia khususnya, polisi selalu menjadi momok kedua selain pemerintah yang menjadi musuh utama pada aksi manapun. Tentunya represifitas ini timbul bukan tanpa alasan, ada beberapa alasan mengapa represifitas aparat masih terjadi dan sepertinya akan terus terjadi jika tidak ada perubahan yang masif di tubuh aparat kepolisian.
Alasan mengapa represifitas masih terjadi tak lain dan tak bukan adalah rendahnya kompetensi dan profesionalitas aparat kepolisian. Profesionalitas selalu menjadi masalah di tubuh kepolisian, dan rasanya sudah menjadi rahasia umum juga di masyarakat mengenai ini. Mulai dari banyaknya kasus pungli sampai kasus pembunuhan menyangkut aparat akibat imbas dari penggunaan senjata api yang serampangan, hingga salah satunya adalah represifitas yang selalu terjadi di hampir setiap aksi. Penertiban dan pengkondisian selalu menjadi alasan dari segala represifitas yang terjadi. Memang betul aparat kepolisian diberikan hak atas penertiban ataupun pengkondisian massa aksi ketika aksi tidak terkendali melalui Pasal 9 Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri) No. 7 Tahun 2012. Namun, dalam pasal itu juga tertera bahwa penertiban massa aksi harus tetap menjunjung tinggi HAM dan sesuai prosedur yang ada. Aparat kepolisian, dalam melakukan penertiban menurut pasal yang sama harus didahului dengan upaya persuasif berupa peringatan secara verbal kepada massa aksi, itupun jika massa aksi sudah mengganggu ketertiban umum. Namun kenyataanya, banyak aparat kepolisian yang tidak mengindahkan prosedur yang berlaku bahkan banyak juga kekerasan yang tidak perlu.
Selain masalah profesionalitas, rasa-rasanya pemahaman mengenai HAM dan hukum pada aparat kepolisian masih sangat rendah. Tidak perlu membahas lebih jauh tentang pelanggaran HAM yang terjadi di tubuh kepolisian, bahkan secara pemahaman umum mengenai HAM pun luput dari kepala aparat. Aksi unjuk rasa yang sering terjadi padahal merupakan perwujudan dari HAM berupa kebebasan berpendapat, tentunya dijunjung tinggi di negara ini, khususnya merupakan negara kedaulatan rakyat sesuai dengan Pasal 1 ayat 2 UUD 1945. Usaha-usaha untuk mempertahankan kedaulatan rakyat atau demokrasi melalui aksi ini banyak tercoreng dari aparat penegak hukum yang melakukan tindakan kekerasan.
Aparat penegak hukum dalam kasus ini kepolisian seolah menjadi alat untuk memberantas demokrasi yang coba dipertahankan. Pembungkaman kini sudah bukan berupa penculikan ataupun pembunuhan secara langsung yang seperti banyak dilakukan aparat masa orde baru, tetapi sudah berevolusi menjadi pembungkaman secara tidak langsung dengan pembubaran paksa aksi-aksi bahkan sampai melabeli aksi tersebut mengganggu ketertiban umum yang seterusnya menjadi alasan utama represifitas yang terjadi.
Penilaian terhadap kerusuhan yang terjadi oleh aparat kepolisian pun juga sangat bias sekali. Menilai segala kerusakan yang dilakukan massa aksi sebagai tindakan yang sengaja dilakukan untuk mengganggu ketertiban umum. Padahal, aksi tersebut merupakan sebuah usaha untuk mendapatkan perhatian pemerintah yang keliatannya acuh tak acuh terhadap aksi-aksi yang dilakukan. Aksi-aksi damai yang terjadi sering kali tidak efektif dan tidak mendapatkan hasil sesuai harapan. Bahkan di banyak kasus, massa aksi disusupi oleh polisi intelijen yang berupaya untuk memicu provokasi di tengah aksi yang sarat emosi. Tentunya dengan tujuan agar aksi segera dibubarkan.
Perlakuan-perlakuan yang licik dan aksi represif oleh aparat kepolisian ini harus segera dievaluasi. Banyak kasus represif yang terjadi selalu menjadi pembiaran dan berdalih polisi sudah melakukan tindakan sesuai prosedur. Klaim sepihak tersebut seolah selalu dianggap menjadi kebenaran di lapangan. Polisi bukan hanya memonopoli kekerasan, tetapi juga memonopoli kebenaran di lapangan. Pembiaran tersebut harus segera ditindak melalui pengawasan yang ketat secara internal maupun eksternal. Internal kepolisian sepertinya sudah tidak lagi ada harapan mengingat banyak kasus yang terjadi di tubuh kepolisian. Maka dari itu, Lembaga eksternal pengawas kepolisian dalam kasus ini adalah Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Ombudsman Republik Indonesia (RI), dan Komisi Nasional (Komnas) HAM harus menginvestigasi segera segala tindakan represif yang terjadi dan memberikan sanksi tegas terhadap anggota kepolisian yang melanggar prosedur dan kode etik yang berlaku.
Selain pengawasan yang ketat, kompetensi anggota kepolisian juga tidak boleh luput dari perhatian. Evaluasi tidak hanya dibutuhkan secara keseluruhan, tetapi juga individu. Anggota kepolisian harus diberikan materi lagi secara mendalam mengenai demokrasi, HAM, dan hukum yang berlaku. Aparat tidak hanya harus kembali ke barak, tapi juga harus duduk kembali di bangku sekolah untuk belajar lebih lanjut mengenai profesionalitas dan kompetensi dasar yang harus dimiliki aparat penegak (hukum).
Sumber:
Anjelina, C. D., & Adhi, I. S. (20225, March 20). Apa Isi UU TNI Terbaru? Ini Daftar Lengkap Pasal yang Berubah Halaman all. Kompas.com. Retrieved April 4, 2025, from https://www.kompas.com/tren/read/2025/03/20/134500965/apa-isi-uu-tni-terbaru-ini-daftar-lengkap-pasal-yang-berubah
Aulianisa, S. S., & Aprilia, A. H. (2019). Tindakan Represif Aparat Kepolisian terhadap Massa Demonstrasi: Pengamanan atau Pengekangan Kebebasan Berpendapat? Padjadjaran Law Review, 7.
KontraS. (2024, September 19). Diskusi Publik : Represifitas Aparat POLRI yang Terus Berulang Adalah Pelanggaran HAM Berat? Kontras.org. Retrieved Maret 4, 2025, from https://kontras.org/media/siaranpers/diskusi-publik-represifitas-aparat-polri-yang-terus-berulang-adalah-pelanggaran-ham-berat
Muslimah, S. (2025, Maret 27). Polisi Karawang Sebut Insiden Ambulans Demo 'Dibajak' Polisi Hoaks, LBH Bantah. KumparanNEWS. Retrieved April 4, 2025, from https://kumparan.com/kumparannews/polisi-karawang-sebut-insiden-ambulans-demo-dibajak-polisi-hoaks-lbh-bantah-24lEa24e9XC
Nurani, S. K. (2025, March 27). Sederet Tindakan Represif Polisi Saat Aksi Demo Tolak UU TNI | tempo.co. Tempo.co. Retrieved April 4, 2025, from https://www.tempo.co/politik/sederet-tindakan-represif-polisi-saat-aksi-demo-tolak-uu-tni-1224867
Penulis: Meursault
Desainer: Yandi Maulana
Desainer: Yandi Maulana