Anak di Balik Tirai Malam

Redaksi
Cerpen
30 Sep 2025
Thumbnail Artikel Anak di Balik Tirai Malam
Apa yang dibayangkan masyarakat awam ketika mengetahui tetangga, kenalan atau kerabat mereka menjadi Pekerja Seks Komersial (PSK), saya yakin semua berpandangan negatif, begitupun saya, barangkali hingga saat ini. Saya kira juga tidak ada jalan dan tidak akan pernah ada cara untuk memperbaiki pandangan terhadap PSK menjadi lebih baik, bahkan sekalipun ada alasan-alasan yang biasa menyentuh hati, tidak membuat perspektif masyarakat tentang PSK menjadi positif.

PSK merugikan, baik untuk individu yang bekerja maupun untuk pengguna jasa mereka. Dampak yang tak asing bagi masyarakat awam, barangkali seperti menyebabkan berbagai macam penyakit mematikan atau dampak ke ruang lingkup sosial sehingga timbulkan konflik antara pengguna jasa dan keluarga (kalau saja kepergok), bahkan tak jarang konflik antar keduanya melibatkan PSK. 

Namun, bagaimana dampak untuk anak dari PSK? Entah anak dari hasil aktivitasnya bekerja atau memang kebetulan sudah berkeluarga, tetapi tetap melanjutkan pekerjaannya. Saya kira, masyarakat awam tak asing dengan dampak terhadap pekerja dan pengguna jasa daripada dampak terhadap keluarga dari pihak masing-masing. Maka di sini saya gambarkan perspektif sebagai anak dari PSK. 

Ibu saya adalah PSK di salah satu tempat ‘hiburan’ di kota wisata yang sering dikunjungi Warga Negara Asing (WNA). Barangkali karena budaya kebarat-baratan sudah menyebar dan hampir di normalisasi, tempat hiburan di sana cukup banyak, begitu juga peminatnya. 

Waktu itu saya masih di bawah umur, saya tinggal bersama kakek, nenek dan kakak saya. Tak pernah sekalipun mereka menyebutkan jenis pekerjaan yang sudah bertahun-tahun Ibu jalani. Barangkali karena mereka membebaskan saya untuk menyaksikan televisi tanpa kontrol secara langsung, saya melihat Cafe yang kurang lebih serupa dengan tempat kerja Ibu yang saya lihat setiap kali kami melakukan panggilan video. Jadi suatu waktu saya bilang kepada ibu, semoga Cafe ibu ramai. Ibu memberikan tatapan bingung ketika mendengarnya, yang nantinya baru saya sadari, ternyata ada kekeliruan. 

Ibu selalu terlihat cantik, baik dari riasan yang ada di wajahnya ataupun dari baju-baju yang ia kenakan. Unik sekali baju yang Ibu kenakan kadang nampak seperti Pilot, tokoh-tokoh dari sinetron India atau pakaian layaknya perempuan di Mesir. Suatu waktu ketika melewati ruko baju, saya melihat baju terusan yang nampak seperti milik Ibu, saya minta nenek membelikannya untuk saya, tapi kata nenek nanti kami akan membelinya kalau saya sudah dewasa. 

Pernah sekali saya dan keluarga pergi ke kota tempat ibu bekerja, di sana saya bertemu lelaki tua dengan asisten yang selalu menemaninya ke mana-mana, namanya Adi. Kata Nenek, Adi itu pacar ibu, saya selalu diingatkan untuk berterima kasih setiap kali Adi melakukan sesuatu yang baik untuk saya. Adi ajak saya jalan-jalan mengelilingi kota, membelikan makanan enak, mencari boneka hiu di setiap istana boneka karena saya menginginkannya, bahkan menawarkan anjing karena saya sering bermain dengan anjing milik tetangga Ibu.

Sayang sekali di suatu waktu, Nenek bilang, Ibu sudah tidak lagi menjalin hubungan dengan Adi, padahal kata Nenek jika Ibu terus melanjutkan hubungan mereka, kami bisa tinggal bersama di sana, tawaran yang menyenangkan untuk saya saat itu. Tak lama setelahnya, Ibu jatuh sakit, kata nenek ibu baru sembuh 3 bulan lagi, jadi selama itu juga saya tidak bisa menghubungi ibu. Baru saya tahu beberapa tahun setelahnya ternyata saat itu ibu di penjara.

Ibu menjalin hubungan dengan seseorang yang nenek bilang penjual minuman keras dan pengedar sabu, panggil saja dia Jo. Jo tertangkap ketika menjalankan aktivitasnya menjadi penjual dan pengedar sabu, karena saat itu Jo berhubungan dengan ibu dan Ibu turut menyimpan barang-barang yang Jo jual, ibu ikut terseret ke jeruji besi. Kemudian Ibu betulan keluar setelah 3 bulan, Nenek menebus Ibu, setelah itu ibu resign dan bekerja di kota yang lebih dekat dengan kami, tak lagi ia injakkan kaki ke kota yang pernah membuatnya memasuki jeruji besi. Meski akhirnya Ibu kembali bekerja di Plesiran.

Setelah membuka lembaran baru, lagi-lagi ibu menjalin hubungan dengan lelaki penjual minuman keras dan pengedar narkoba. Saat itu saya sudah menginjak umur belasan tahun, barangkali masih belum cukup umur untuk mengetahui hal-hal sedemikian rumitnya, tapi nenek memaksa saya untuk mengerti apa yang terjadi.

Nenek mengajari saya untuk menentang ibu. Nenek menunjukkan tempat-tempat Ibu menyimpan narkoba dan minuman keras di rumah kami. Biasanya ibu menyimpan narkoba di kotak kaleng yang disimpan di bawah meja televisi dan menyimpan minuman keras, baik yang segel atau sudah kosong di bawah wastafel dapur, berbagai macam jenis minuman Ibu jejerkan di bawah sana. Dengan rasa penasaran, saya membuka ‘kotak kaleng’ dan menemukan banyak bungkusan plastik dengan pasir-pasir seperti garam tersimpan di sana. 

Meski banyak yang nenek ceritakan, dengan umur yang masih kepala satu, saya masih tidak tahu harus berbuat apa. Jadi yang bisa saya lakukan hanya mendengar dan menyaksikan. Saksikan bagaimana ibu kembali mengajak lelaki asing datang ke rumah, tidur bersama di ruang tamu, di depan keluarga kami, lalu kecelakaan akibat mabuk sembari mengendarai hingga menyebabkan perekonomian kami stagnan, hutang kesana kemari karena ibu merupakan satu-satunya keluarga kami yang mencari nafkah. Lebih buruk, karena kecelakaan itu Ibu tidak lagi bisa jadi PSK karena kecelakaan menyebabkan kakinya patah dan menimbulkan luka luar. Ibu tidak lagi sempurna seperti yang saya lihat beberapa tahun lalu. 

Dulu, nenek juga bekerja di dunia yang sama. Nenek bercerita bahwa di masanya, PSK menggunakan baju yang lebih rapi, seperti jas, kemeja dan rok atau celana yang mendukung. Berbeda dengan masa ibu, PSK sekarang terkesan semakin jauh dari kata rapi. Saya kira ini seperti kutukan, nenek dan ibu menjadi PSK dan hampir saja kakak menjadi PSK, sepertinya ia membelok sedikit, kakak memilih menjadi pegawai hotel — yang membersamai tempat karaoke. 

Saat mendekati kelulusan Sekolah Menengah Atas (SMA), akibat bimbang bagaimana kehidupan saya jika tidak diterima salah satu Universitas, ibu bilang, “ikut kakak kerja aja, nemenin orang karaoke. Atau jadi Caddy tuh.” Barangkali bercanda, begitu juga nada yang terdengar, tapi itu sedikit menyentil saya, belum lagi Ibu sempat bilang dia ada kenalan di tempat Golf, dia akan mengenalkan saya jika saya tertarik menjadi Caddy. Untungnya, saya diterima, saya berkuliah, di saat itu juga saya memutuskan untuk melepaskan diri dari kutukan sialan itu. 

Kemudian, apakah berarti ibu gagal menjadi ibu saya? Teman saya pernah bilang begini, “setiap ada masalah keluarga, berat untuk menyalahkan mereka (orang tua), bagaimanapun mereka juga baru pertama kali menjadi ibu dan ayah,” mungkin begitu. Barangkali saya beruntung karena Ibu tidak pernah memberikan dampak langsung, seperti novel-novel yang saya baca, tapi paksaan untuk berpikir dan dewasa di bawah umur yang membuat semuanya terasa berat, bahwa saya harus mengerti, mendengar dan melihat ini itu. Berakhirnya hubungan saya dan mantan pacar saya juga karena menurutnya, dia hanya mengganti peran ayah yang saya butuhkan dan dia tidak menginginkan itu. Jika kami tidak selesai hari itu, mungkin saya tidak tahu jika dampaknya bisa seperti ini.

Saya bisa yakin dan mengatakan bahwa ibu tidak pernah gagal menjadi sosok ibu untuk saya, tapi sepertinya dampak yang saya dapatkan seolah menyatakan sebaliknya. Ah, lagi juga ibu sudah berusaha untuk menghidupkan saya dan keluarga kami, meski konsekuensi yang saya dapatkan untuk menjadi anak yang baik kepada Ibu adalah mendengarkan keluhan kehidupannya, seperti orang-orang di masa lalu kerap muncul kembali, teror-an Jo setelah ia keluar dari penjara, ibu pulang dengan badan yang membiru karena lagi-lagi salah memilih pasangan, ompolan di kasur setiap kali ibu pulang dalam keadaan mabuk, perceraian yang akhirnya harus saya saksikan, sampai aduan Ibu kepada saya saat mengetahui mantan suaminya menyebarkan video ketika mereka sedang melakukan hubungan seksual. 

Kakek selalu mengingatkan saya, “jangan meniru tindakan ibu kamu, ambil aja baiknya, buruknya dibuang. Ibumu memang bukan ibu yang sempurna, tapi kamu harus tetap berbakti sama ibu. Ibu itu single parent, kalo bukan sama anaknya, dia mau cerita sama siapa lagi?” Dan pesan yang gak akan pernah lupa kakek ingatkan, jangan jadi wanita murahan.

Penulis: Minggu
Desainer: Farida Fawa

LPM Channel

Podcast NOL SKS