Alasan Ketidakmerataannya BLT di Karawang

Redaksi
Artikel
12 Aug 2023
Thumbnail Artikel Alasan Ketidakmerataannya BLT di Karawang
Tati (45 tahun), warga desa Sukaharja ini meratapi nasibnya, rumahnya longsor dan dia bersama keluarganya harus tinggal di pinggiran jalan. Mereka pindah ke tempat persinggahan, dengan atap kayu seadanya. Suami Tati kena pecat lantaran tempat kerjanya harus gulung tikar akibat pandemi. Sejak pandemi covid-19 keluarganya  harus terus mengalami kesusahan. 

Belum selesai sampai di situ. Tati juga harus menerima, anaknya yang lulusan SMK berkali-kali kena tipu saat mencari lowongan. Sementara kebutuhan semakin bertambah. Anak-anak lainnya masih harus bersekolah. Salah satunya Amanda, bocah SD ini harus tertinggal pelajaran lantaran belum mampu membeli LKS seharga 90 ribu. Tati tak punya uang. Satu-satunya yang bisa diharapkan Tati, yaitu bantuan dari pemerintah.

Dia sudah mencoba mengurus bantuan dari Program Keluarga Harapan (PKH) untuk ketiga anaknya. Namun usaha tersebut sia-sia sehingga kakak Amanda harus rela berhenti sekolah saat SMP karena, Tati tak sanggup lagi membiayai sekolah anaknya. “Harapan saya mah, yang penting anak saya sekolah. Yang bungsu udah mau masuk TK juga belum kebayar buat beli baju dan yang lainnya. Kalo gaada paling mentok minjem,” ujar Tati kepada Tim Redaksi Ilmu Komunikasi, FISIP Unsika, (25/05/2023)

Tahun sebelumnya Tati sudah mendapatkan bantuan pemerintah dengan nominal yang cukup, untuk menyekolahkan anak-anaknya. Namun sekarang ia hanya dapat BLT jenis BPNT yang terkadang tidak cair setiap bulan. “Tetangga saya, di RT sebelah malah dapet sampe berjuta-juta. Padahal mereka punya rumah. Saya yang nggak punya rumah malah ga dapet. Ada juga yang ga dipake buat anaknya PKH itu, malah buat orang tuanya,” keluh Tati sambil menitikan air mata.

Menurut penuturan Ketua RT tempat Tati tinggal, Ade, terdapat beberapa warganya yang memang tidak mendapatkan BLT. “Padahal sudah diajukan, namun hanya beberapa yang dapat. Sehingga ini menimbulkan kecemburuan, ada juga disini yang mampu tapi masih kedata jadi dia masih dapet dananya (BLT),” terang Ade pada 18 Mei lalu. 

Hal itu menimbulkan pertanyaan mengapa hal tersebut tidak ditindaklanjuti oleh aparat pemerintah. “Kalau RT daripada ga dapet warganya, mending yang mampu gapapa masih ke data. Soalnya biar cuma numpang nama, uangnya bisa dikasih ke yang lain (yang membutuhkan),” jelas ketua RT yang ditemui di kediamannya
Kondisi kediaman Ade Ketua RT 001 desa Sukaharja, Sumber : dokumentasi tim redaksi FISIP unsika

Namun tak semua RT memperlakukan metode demikian. Ade melakukan hal tersebut karena tak mampu melakukan apapun lagi untuk membantu warganya selain membiarkan warga mampu terdata dan mendapatkan bantuan yang nantinya akan diberikan ke warga lain yang kurang mampu. “Sehingga tidak menimbulkan kegaduhan dan rasa iri antar tetangga,” ujarnya.

Sekretaris Desa Sukaharja, Ade Suwardi menjelaskan bahwa ketidakmerataan BLT kerap terjadi. Pasalnya masih ada data yang tidak sesuai. Penyaluran BLT dari pemerintah juga tidak dapat dikendalikan oleh desa. 

“Jadi kalau BLT itu kan cuma sumber dari dana desa ya. Kadang-kadang begini, mereka ngomong tidak kebagian. BLT itu sumbernya dari dana desa yaitu BLT dana desa, tapi dari sumber lain dari Kemensos, misalkan dari dinas sosial, ya atau tau dari dinas yang lain terkait kan banyak nih bantuan, bukan BLT saja. Bukan BLT dana desa saja.  Bukan, Ada BPNT dan PKH, kalau misalkan pas kebetulan nanya-nya dari BLT,  terus mereka tidak ke bagian, ya wajar kondisinya tidak mampu. Karena tidak menanyakan apa saja yang diterima.  Mungkin kan sumbernya banyak” jelas Sekdes Sukaharja.

“Karena kita selektif, karena tidak boleh sama sekali.  Yang kategori, jangankan yang punya mobil, punya motor.  Yang dapat aja nggak boleh. Misalkan, yang dapat dari BPNT, yang miskin, misalkan katogorinya miskin. Ini BLT dana desa kurang dapat, yaudah nggak,’’ tambahnya.

Kebijakan desa Sukaharja membuat warga tidak bisa mendapatkan bantuan double dari desa dan pemerintah. Jika ada warga yang mendapatkan BPNT maka desa tidak akan mendata warga tersebut lagi. Hal itu agar warga yang tidak mendapatkan bantuan dari pemerintah dapat merasakan bantuan dari desa lewat APBD Desa itu sendiri. 

Namun saat ini terdapat penurunan warga yang mendapatkan BLT dana desa, menurut Suwardi hal ini disebabkan perubahan anggaran desa dari pemerintah. 

“kalau tahun kemarin satu tahunnya itu 40% dari total anggaran dari Pagub. Kalau sekarang turun jadi 25%, otomatis sekarang ada yang terpangkas. Itu kami juga ngambilnya sampai 25 yang teratas.  Padahal ngasihnya itu, rekemendasinya itu 10-25 persen.”  

Perubahan alokasi anggaran tersebut mengakibatkan terpangkasnya warga yang mendapatkan BLT dana desa. Hal tersebut sontak menimbulkan protes dari warga yang sebelumnya pernah mendapatkan BLT. 

“Kalau sekarang 73 (penerima BLT). 2022 kalau tahun kemarin sampai 150 kan, udah tadi saya bilang, (tahun) kemarin 40%, sekarang jadi 25%.  Otomatis yang 70 berapa itu kan, mesti dipilah lagi.  Itu repotnya, kasihannya yang di bawah, Pak RT.  Kemarin dapet seorang BLT, sekarang dihapus. Iya, soalnya banyak juga yang protes ya.  Nah, padahal kita enggak bisa memaksain yang kemarin 154 orang, harus 154 orang lagi”.

Penjelasan lengkap mengenai BLT oleh Sekertaris Desa Sukaharja Ade Suwardi
Sumber : Wawancara


Itulah alasan mengapa pemerataan BLT masih tidak dapat berlaku. Kedepannya jelas Suwardi akan ada penggabunngan data dari pemerintah dan desa sehingga tidak akan terjadi penerima BLT yang double atau yang tidak menerima bantuan karena data akan diurus oleh ketua RT sehingga diharapkan dapat memilah mana warga yang layak dapat bantuan dan tidak. Pengevaluasian data warga yang mampu dan meninggal pun terus dilakukan oleh desa dan akan diproses agar tidak disalahgunakan oleh orang yang tidak membutuhkan.

Sosialisasi tentang sistem BLT ini juga harus dijelaskan kepada warga, agar tidak terjadi salah faham dan menggunakan bantuan pemerintah dengan bijak. Serta pemerintah dapat terus mengoptimalkan menyebaran BLT diseluruh wilayah di Indonesia agar permasalahan carut marut BLT ini segera teratasi khususnya di daerah yang terdapat banyak warga kurang mampu.

Penulis: Nabila, Ririn, Tiara

LPM Channel

Podcast NOL SKS