19 Tahun Berlalu RUU PPRT Tak Kunjung Disahkan, Ini Kata Mahasiswa Unsika
Redaksi
Berita
23 Mar 2023

Pekerja Rumah Tangga (PRT) merupakan orang yang bekerja di dalam lingkup rumah tangga. Biasanya PRT bekerja untuk mengurus pekerjaan rumah tangga seperti memasak, mencuci, mengasuh anak-anak, dan lain sebagainya. Namun, apakah PRT di Indonesia memiliki perlindungan?
Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) menjadi landasan dalam mengatur dan mengelola permasalahan bidang ketenagakerjaan. Dilansir dari dpr.go.id, RUU PPRT pertama kali diusulkan pada tahun 2004 dan baru masuk ke tahap pembahasan pada tahun 2010. Adapun empat jangkauan RUU PPRT, antara lain:
- 1. PRT akan diakui sebagai pekerja sebagaimana profesi pekerja yang lain dan mendapatkan perlindungan hukum.
- 2. Perlindungan hukum yang dimaksud bukan hanya legalitas yang tertulis dalam aturan. Akan tetapi juga meliputi perspektif dan sensivitas perlindungan itu sendiri berdasarkan penghormatan, penegakan, dan penghargaan kepada manusia dengan hak-hak asasinya. Hak asasi yang paling penting dalam perlindungan ini ialah tidak adanya diskriminasi terhadap jenis kelamin, bagsa, ras, agama, suku, bahasa, dan warna kulit.
- 3. Perlindungan hukum bagi PRT dari tindak kekerasan dan pemenuhan hak-hak sebagai pekerja maupun hak-hak sebagai asasi manusia.
- 4. Memberikan kepastian hukum yang mengatur hubungan antara PRT, pemberi kerja, pemerintah, dan pihak lain yang terkait. Hal ini dilakukan agar hubungan menjadi harmonis tanpa meninggalkan nilai-nilai moral, budaya, dan kekeluargaan yang merupakan nilai luhur bangsa Indonesia.
Melalui proses yang panjang, hingga saat ini RUU PPRT belum juga disahkan. Akan tetapi, RUU PPRT sudah terdaftar dalam RUU Prioritas di tahun 2023. Melansir dari VOI.id, Ketua DPR RI, Puan Maharani, menyebutkan penundaan RUU PPRT untuk dibahas pada rapat paripurna karena masih perlu adanya pendalaman. Hal tersebut, merupakan keputusan bersama dalam rapat pimpinan DPR untuk menunda pembahasan RUU PPRT di Rapat Badan Musyawarah (Bamus).
Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum (BEM FH), Izfahany Mahesa Sautaqi, turut memberikan tanggapannya mengenai RUU PPRT. “Ketika adanya RUU ini berarti memberikan suatu payung hukum, satu perlindungan terhadap pekerja rumah tangga, suatu hal yang memang diperlukan dalam arti ketika sudah banyak kejadian-kejadian kekerasan terhadap ART, kemudian kasus atau fenomena lain ketika PRT ini tidak digaji, dan lain sebagainya. Tapi ternyata karena belum disahkannya sampai sekarang, akhirnya PRT ini bingung harus kemana, kemudian apa yang harus dia lakukan dan dia harus mencari perlindungan kemana,” ujarnya.
Kemudian, ia juga menambahkan bahwa harus ada tindakan dari pemerintah agar PRT dapat memiliki pemahaman mengenai hak-haknya. “Ketika nanti undang-undang ini disahkan, ke depannya bagaimana tahap selanjutnya ataupun tindakan dari pemerintah. Berarti kan pemerintah nantinya harus membuat satu pelatihan mungkin, ya, satu pelatihan yang nanti di dalamnya memberikan bentuk pemahaman kepada para pekerja rumah tangga ini untuk kemudian pekerja rumah tangga ini pun mengerti di mana batas mereka, kemudian apa yang bisa dan tidak bisa mereka lakukan, bagaimana mereka untuk menjaga hak-haknya. Ketika pekerja rumah tangga ini masih belum memiliki pemahaman dan kemudian mendapatkan yang diskriminatif, kekerasan, dan hal-hal yang diluar dari yang diperjanjikan, apakah mungkin dia akan mengadukan? Apakah mungkin dia tahu harus kemana kan gitu,” ucap Esa.
Selain itu, tanggapan lain muncul dari Ketua BEM FISIP, Aditya Syahran. “Jadi, RUU PPRT ini adalah sebuah kajian yang sudah dikaji oleh pemerintah yang nantinya akan berdampak kepada realita sosial yang sedang terjadi di Indonesia, karena pada saat ini fakta yang sedang terjadi ini budaya-budaya feodal masih tertanam. Jadi, tumbuhnya pemikiran di dalam masyarakat ini PRT adalah pekerjaan wanita dan bukan pekerjaan laki-laki. Di dalam RUU PPRT ini sebenarnya pemerintah mulai serius memberikan perhatiannya kepada wanita-wanita yang sering mengalami kekerasan dan penganiayaan, biaya upah rendah serta jam kerja yang kurang oprasional gitu,” ujarnya.
Dengan adanya RUU PPRT yang akan disahkan ini, Esa berharap agar pemerintah dapat mengimplementasikannya bukan hanya sebatas mengesahkan. “Terkait dengan bagaimana undang-undang ini diimplementasikan ketika memang nanti akan adanya undang-undang ini tolong lah untuk pemerintah tidak hanya memberikan sosialisasi yang masif terhadap orang-orang pemangku jabatan tetapi juga hingga pada siapa saja yang terlibat dan diatur dalam undang-undang ini. Berarti kan di sana ada pekerja rumah tangganya. Jadi, kalau ingin diimplementasikan, implementasikan sekalian gitu sampai dengan si pekerja rumah tangga ini benar-benar mengerti ketika mereka mendapatkan satu tindakan yang diskriminatif ataupun perlanggaran atas apa yang diperjanjikan ataupun pelanggaran hak asasi manusia, PRT ini bisa benar-benar paham sampai kepada mereka harus ke mana dan mereka harus apa minimal itu saja,” ujarnya saat diwawancarai secara langsung pada (15/03/2023).
Sementara itu, Syahran, turut mengharapkan agar RUU PPRT dapat memberikan dampak atau implikasi terhadap PRT. “Karena objeknya PRT ini banyak perempuan, saya harap RUU PPRT ini dapat memberikan dampak atau implikasi yang baik seperti jaminan sosial, jaminan kesehatan, jaminan kenyamanan keamananbiar nanti wanita-wanita ini dapat bekerja dengan nyaman sehingga mereka dapat terjamin lah keamanannya,” ucapnya.
(AYA, JEL, ZFS)